Judul: 2
Penulis: Donny Dhirgantoro
Penerbit: Grasindo
Cetakan: 2011
Rating goodreads: 3.49/5
Jangan pernah meremehkan kekuatan seorang manusia, karena Tuhan sedikitpun tidak pernah.
Gusni Annisa Puspita, terlahir dengan kelebihan yang melekat pada dirinya yaitu ukuran tubuh yang lebih besar dari ukuran normal seusianya. Kelebihan yang adalah keterbatasannya, yang baru diketahuinya kenapa ketika usia Gusni menginjak 18 tahun.
Sejak kecil tinggal di keluarga harmonis, dengan Mama dan Papa yang selalu menjadi pendukung setia, penyemangat abadi dan sahabat terbaik membuat Gusni selalu bersyukur dengan hidupnya. Ditambah lagi dengan sang kakak, Gita, yang tak pernah berhenti menjadi inspirasi tersendiri bagi Gusni.
“Cita-cita itu,…sesuatu yang baik buat kamu waktu kamu besar nanti. Sesuatu yang buat kamu senang kalau melakukannya…kalau kamu nggak senang, berarti itu bukan cita-cita kamu…”
Apa itu cita-cita? Gusni mengenal apa yang namanya cita-cita semenjak Gusni mengenal Harry ketika masih SD. Karena Harry, Gusni mulai menemukan impiannya. Hidup di keluarga yang mencari nafkah dari memproduksi shuttlecock alias kok, Gusni dan keluarganya sangat menggemari olahraga badminton atau bulutangkis. Mungkin bukan hanya keluarga Gusni, tapi juga seluruh Indonesia karena badminton adalah salah satu cabang olahraga yang berhasil membawa Indonesia ke puncak kehormatan dengan prestasinya. Satu peristiwa yang membuat Gusni tidak pernah lupa adalah ketika mereka menyaksikan salah satu bukti kejayaan prestasi badminton Indonesia di dunia, saat Susi Susanti merebut emas pertama Olimpiade. Binar kebahagiaan itu, rasa bangga yang menyesakkan dada itu, yang terpancar dari kedua orang tuanya saat menatap televisi waktu itu. Sejak saat itu, Gusni bertekad untuk menjadi pemain bulutangkis, bertekad untuk membahagiakan Papa dan Mama, orang-orang yang disayanginya.
Peristiwa kerusuhan Mei 1998 memisahkan Gusni dan Harry. Akibat kerusuhan, restoran Bakmi Nusantara milik keluarga Harry ikut menjadi korban dan mereka terpaksa pindah. Sejak saat itu Harry dan Gusni tidak pernah saling memberi kabar.
Gusni akhirnya mulai mengejar cita-citanya menjadi pemain bulutangkis. Meskipun kemudian terpaksa terhenti karena Gusni yang tiba-tiba pingsan di lapangan. Gusni kembali bertemu Harry ketika berusia 17 tahun. Manisnya cinta mulai dirasa Gusni bersama Harry. Kembali mengenang masa-masa SD mereka. Makan onde-onde, memberi makan ikan di taman kecil yang mereka namai taman cita-cita, atau makan nasi goreng di depan sekolah dasar mereka dulu.
Cinta selalu datang di antara kebahagiaan dan kesedihan, dan ketika kamu mencintai kamu menjadi kuat. Di antara kesedihanmu ia datang dan menguatkan, di antara kebahagiaanmu ia memberikan.
Pada akhirnya Gusni tahu apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya, pada tubuhnya yang lain daripada anggota keluarganya yang lain. Bahwa hidupnya bisa berakhir kapan saja tanpa bisa diduga. Tapi Gusni memilih untuk tidak menyerah. Gusni memilih untuk bangkit dan melawan.
Layaknya hidup adalah tantangan yang harus dihadapi dengan berani, dan setiap kita pun tahu, kita menjadi baik karenanya. Manusia tidak akan mencapai tingginya langit dan dalamnya samudera jika hidup adalah sempurna, karena hanya seorang pengecut mengharapkan hidup yang sempurna.
***
2 adalah novel kedua dari Donny Dhirgantoro. Entah apa maknanya. Apakah karena ini novel keduanya? Atau karena tokoh utamanya adalah anak kedua? Atau karena…kehidupan ini diciptakan dua kali, yang pertama di pikiran kita dan yang kedua di dalam kehidupan nyata <— okay yang terakhir ini alasan yang dibuat-buat saya saja 😀
Apa yang membuat saya tertarik dengan novel ini?
Pertama adalah warna covernya. Merah menyala! Sebagai lady in red alias tiap hari ngantor pake seragam merah, warnanya sangat mewakili saya. Hehehe…
Tulisan warna 2 yang berwarna putih seakan menunjukkan bahwa novel ini adalah tentang nasionalisme, tentang kecintaan pada bangsa dan negara. Ya…ada benarnya ada enggaknya sih…
Yang kedua, penulis novel ini adalah penulis novel 5 cm yang fenomenal itu. Yang semangat pantang menyerahnya banyak menginspirasi para pembacanya. Jadi…tidak salah dong saya mengharapkan novel ini setidaknya sama dengan novel sebelumnya atau malah lebih. Ya kan…
Awalnya agak terkaget-kaget dengan gaya bercerita penulis yang mencoba melucu di beberapa bagian novel ini. Tapi hasilnya menurut saya terkesan aneh! Lebay ah penggambarannya.. Tapi mungkin menjadi tidak masalah kalau kita fokus pada jalan cerita yang menyentuh dan perjuangan Gusni yang luar biasa.
Karakter-karakter yang dibentuk penulis tidak henti-hentinya membuat saya jatuh cinta. Papa, Mama, Gita, Harry, Pak Pelatih, bahkan kedua sahabat Gusni, Nuni dan Ani yang tidak mengenal putus asa dan selalu mendukung perjuangan Gusni.
Bukan perjuangan Gusni saja yang diceritakan penulis, tapi juga bulutangkis. Melalui bulutangkis, Gusni memang mencoba berjuang untuk hidupnya dan kebahagiaan keluarganya. Tapi bulutangkis bukan cuma tentang perjuangan Gusni seorang. Bulutangkis adalah kebanggaan bangsa Indonesia. Kapanpun dan dimanapun para atlet nasional sedang bertanding, bangsa Indonesia tidak henti-hentinya mendukung dan berharap akan kemenangan mereka. Bulutangkis tidak hanya tentang olahraga tapi juga harapan. Di tengah hidup yang seringkali menghadirkan kekalahan pada diri individu di negara ini, kemenangan para atlet nasional di turnamen adalah harga diri bangsa dan pembuktian bahwa harapan masih ada. Begitu kali ya…
Kebiasaan penulis yang seringkali mengulang frase penyemangat di dalam alur cerita seperti di novel 5 cm juga digunakan dalam novel 2 ini. Sepertinya penulis tidak hanya menjadikannya sebagai bumbu cerita tetapi juga dapat meresap ke dalam pikiran para pembaca dan menjadikannya sebagai inspirasi dan juga penyemangat dalam hidup.
Jangan coba-coba bekerja keras, tetapi tanpa impian, tanpa impian yang membakar diri dan benak kamu setiap hari, berkeringat, lelah…tetapi tanpa makna, melangkah tetapi tanpa tujuan, bangun di pagi hari menyesali apa yang kamu lakukan, bekerja keras tanpa impian, buat saya…, kamu…hanyalah pembual nomor satu bagi dunia.
Melalui novel ini saya banyak diingatkan. Impian itu buat dikejar, bukan cuma dibayangin terus dibawa tidur. Kalau punya impian semestinya kita segera bangun, cuci muka, dan kejar mimpi kita dengan kerja keras. Ya kan?
Oh ya, salah satu kalimat favorit saya adalah yang diucapkan Harry pada Gusni di hari saat mereka berbicara tentang cita-cita, yaitu “Kata Mama Harry…lebih enak jadi orang gendut, karena ukuran hatinya pasti lebih besar.”
Hehehe, saya sih merasa gak gendut, tapi semoga ukuran hati saya gak kalah besar sama orang gendut 😀
Happy Reading! 😀
you can find the book on bukabuku.com