Edvan Wahyudi, seorang arsitek muda yang sedang menuju puncak kesuksesan di Singapura. Sudah sepuluh tahun ia meninggalkan keluarganya di Indonesia, berusaha melupakan ibu dan adiknya dan meraih kesuksesannya sendiri. Sampai akhirnya pesan singkat itu muncul, mengabarkan meninggalnya sang ibu yang berusaha dibencinya selama ini.
Edvan kembali ke Indonesia, mendapati ibunya sudah dimakamkan tanpa bisa dia melihat wajah ibunya untuk terakhir kali. Edvan kembali bertemu adiknya, Edvin, yang hampir tidak dapat dikenalinya. Bagaimana Edvan akan mengenalinya? Kalau adik laki-lakinya itu muncul dalam penampilan yang membuatnya terlihat sangat mirip dengan ibu. Edvin berubah menjadi cantik dan…perempuan.
Sang ibu meninggalkan warisan yang harus dicari oleh Edvan. Edvan diminta untuk mengumpulkan enam jurnal yang tersebar di kota Bangkok, Thailand. Jika keenamnya telah terkumpul, maka warisan itu akan terungkap. Demi mengingat tentang ibunya, Edvan akhirnya mencari jurnal itu di Bangkok.
Selama pencarian jurnal, Edvan ditemani oleh seorang perempuan Thailand bernama Chananporn Watcharatrakul atau Charm. Berhari-hari bahkan berminggu minggu keduanya menjelajahi tiap tempat di Bangkok untuk menemukan satu per satu jurnal itu. Berulangkali keraguan menghampiri Edvan untuk mencari jurnal yang hampir tidak mungkin kalau dipikir secara logika, tapi kehadiran Charm yang selalu optimis dan ikhlas menemaninya selalu membangkitkan semangat Edvan.
“Resep sabar apa, Khun? Aku hanya melakukannya dengan senang hati. Kita hanya punya hidup satu kali di dunia ini. Kenapa harus frustasi pada masalah-masalah yang kita hadapi? Buat saja itu petualangan. Or something fun.”
Perasaan suka Edvan perlahan-lahan muncul menjadi cinta. Segala hal dilakukan Edvan supaya perasaannya berbalas. Bahkan hal konyol sekalipun.
Selain mengejar cintanya, Edvan juga mulai bisa menerima perubahan yang terjadi pada diri Edvin, adiknya. Meskipun dia tidak pernah setuju dengan apa yang dilakukan adiknya.
“Aku nggak milih untuk cinta dia. Tiba-tiba aja, aku tahu kalau dia kunci yang tepat untukku. Kayak kalau kita coba masukin kunci ke banyak lubang pintu, waktu terdengar bunyi krek dan kunci itu pas masuk, rasanya kayak gitu.”
***
Novel STPC kedua yang saya baca adalah Bangkok: The Journal ini. Dari Paris menuju Bangkok. Wussshhhh… kita akan diajak berpetualang menyusuri kios demi kios di Samphan Thawong, kuil demi kuil dan melihat The Reclining Buddha di daerah Thonburi, mengunjungi pasar terapung atau menyusuri sepanjang sungai Chao Praya.
Novel ini mengangkat cerita tentang kehidupan seorang arsitek, isu transgender (yang dilakukan Edvin), dan arti keluarga.
Saya jarang membaca metropop yang penulisnya bergender laki-laki. A little bit surprised dengan gaya bahasa yang dipakai, khas cowok 😀
Ada beberapa ketidakkonsistenan penulisan yang muncul di novel ini. Misalnya menggunakan nama Edvin atau Edvina. Beberapa kata serapan atau bahasa asing yang seharusnya ditulis italic terlewat, semisal beach road, gentle, atau skarf yang muncul di akhir-akhir halaman.
Suka dengan penggunaan footnote yang seharusnya dipakai untuk menjelaskan kata-kata yang tidak banyak dimengerti, malah digunakan untuk mengungkapkan isi hati Edvan sebagai POV 1 di novel ini. Banyak konyolnya.
Novel ini benar-benar mengajak kita berkeliling kota Bangkok secara detil. Pencarian Edvan terhadap jurnal-jurnal ibunya membuatnya seakan mengajak para pembaca untuk menyusuri tiap sudut kota Bangkok. Terlepas dari itu, karakter Edvan yang narsis, over confidence, seakan mendapat pelajaran dengan melakukan perjalanan itu. Bertemu dengan orang-orang yang mengenal kedua orang tuanya, membuat Edvan menyadari betapa dia merindukan ibunya. Bertemu orang-orang Thailand yang melakukan transgender atau memiliki keluarga yang melakukan transgender, membuat Edvan harus berdamai dengan hatinya untuk menerima perubahan Edvin.
Beberapa line favorit saya di novel ini:
“…aku akan menikah. Suatu hari. … Aku akan mencari wanita yang bisa menungguku di rumah, ada ketika aku pulang, nggak protes ketika aku berhari-hari tinggal di proyek, dan nggak akan menyarankanku tidur pukul dua dini hari saat aku sedang sibuk merancang bangunan.” hal.53
“…karena aku ibunya, otomatis aku menerima dia apa adanya. Aku yang melahirkannya, demi Tuhan. Aku tahu apa yang terbaik untuknya. Ketika putriku itu sakit hati, aku pun merasa sakit hati.” hal.298
สวัสดีค่ะ
Happy reading! 🙂
Review ini diikutkan dalam Indonesian Romance Reading Challenge 2014 di http://kubikelromance.blogspot.com/2013/12/update-indonesian-romance-reading.htmlReview ini diikutkan dalam Indiva Readers Challenge 2014 di http://indivamediakreasi.com/indiva-readers-challenge-irc-2014/…dan tentu saja review ini diikutkan dalam BBI Review Challenge…