Pulau Sumbawa tidak terlalu populer seperti Pulau Sumba. Seringkali orang tidak bisa membedakan Pulau Sumba dan Pulau Sumbawa, dipikirnya sama saja. Tempat wisatanya memang tidak banyak dikenal seperti halnya Pulau Sumba yang terkenal sangat indah. Bukan berarti Pulau Sumbawa tidak memiliki tempat yang bisa dikunjungi, beberapa tempat malah sudah mendunia seperti Pulau Moyo atau Geopark Tambora. Sayangnya saya belum sempat ke sana 😛
Kalau tahun lalu cuma numpang lewat saat perjalanan pulang dari Labuan Bajo ke Lombok, tahun ini kesampaian mudik ke rumah neneknya suami dan eksplorasi beberapa tempat di Pulau Sumbawa.
Kampung halaman mertua berada 123 km atau 2,5 jam perjalanan dari Pelabuhan Pototano, atau 45 menit dari pusat kota Sumbawa Besar. Jauhhhh di belakang bukit dan melintasi kebun-kebun luas dan jarang terlihat permukiman warga. Kampung dimana kamu tidak akan menemukan aneka warung makan karena semua sudah disediakan alam, baik itu beras, jagung, daging, sayur, buah, semua ada. Sinyal saja yang kadang susah ketemunya. Hehehe…
Pulau Sumbawa terkenal dengan jalannya yang mulus dan menjadi surganya para pengendara sepeda motor. Seru memang, karena tidak banyak kendaraan berlalu lalang, ditambah pemandangan yang tidak membosankan seperti laut, padang rumput, bukit, lembah. Sayangnya saya gak betah dengan mataharinya yang lumayan terik di sini, bisa gosong sempurna 😀
Salah satu tempat yang berada tidak jauh dari kampung halaman mertua adalah Bendungan Batu Bulan. Bendungan terbesar di NTB dan terbesar nomor 2 di Indonesia ini sedang kering saat itu, debit air menipis karena belum datang musim penghujan.
Dalam perjalanan pulang kembali ke Lombok, kami mampir sebentar ke Istana Dalam Loka di pusat kota. Terakhir kali kami ke sini tahun lalu, museum ini tutup. Kali ini pun ternyata tutup karena PPKM, tapi gerbang untuk masuk ke halamannya terbuka, hanya bagian dalam museum yang tutup. Yaaa, setidaknya keturutan lah masuk ke sini, lain kali coba lagi 😀
Ke Pulau Moyo, Pulau Bungin, dan Pulau Kenawa skip dulu karena gak bisa lama-lama di Sumbawa. Highlight perjalanan kali ini adalah mampir ke Dataran Tinggi Mantar sebelum ke pelabuhan Poto Tano untuk menyeberang kembali ke Pulau Lombok.
Keinginan ke Dataran Tinggi Mantar ini awalnya karena lihat film Serdadu Kumbang yang syuting di sini dan Pulau Kenawa. Waktu tahu keluarga suami berasal dari Sumbawa, sudah terbayang suatu saat akan mengunjungi pulau ini. Dan, pencarian akan landmark Pulau Sumbawa pun dimulai. Hahaha, saya kan gak mau rugi 😛
Perjalanan ke Dataran Tinggi Mantar ini ternyata ngeri-ngeri penasaran. Setelah berbelok di jalan kecil, menyerupai gang kalau di Pulau Jawa karena hanya muat satu mobil, jalan semakin menanjak dan berkelok. Kanan kiri jalan berupa semak belukar, dengan tebing di sebelah kiri, dan jurang di sebelah kanan, gak ada satu pun rumah penduduk, dan jarang sekali pengendara lain melintas. Suasana sunyi meskipun siang bolong, ingin rasanya membujuk suami buat balik tapi kok penasaran karena sudah dekat. Motor bebek kami sempat menyerah di tanjakan terakhir, dan saya mengalah untuk turun dari motor dan berjalan perlahan di belakang motor. Tanjakan terakhir itu bisa jadi tragedi kalau kami memaksakan diri 🙁
Awalnya saya kira udara akan sedikit dingin karena berada di dataran tinggi. Ternyata sama saja, terik matahari jam 2 siang luar biasa panasnya. Seperti kata pepatah, bersusah-susah dahulu, bersenang-senang kemudian, melihat tanda-tanda adanya kehidupan setelah tanjakan terakhir itu leganya tak terlukiskan. Yes, kami berhasil!
Untuk menuju spot Mantar yang terkenal itu, kami melewati perkampungan yang persis seperti tergambarkan di film Serdadu Kumbang. Karena suasananya yang sepi dan tenang di tengah perkampungan, kami tidak sempat mampir dan lanjut ke tujuan utama.
Akhirnya bisa menyampaikan salam balik langsung ke Mantar!!!
Suasana sepiii saat kami sampai di tujuan, kami berdua menjadi satu-satunya wisatawan di sana. Tidak ada tanda-tanda toko dan warung di kawasan wisata itu yang buka. Sepertinya memang siang hari waktu yang tidak tepat untuk berkunjung ke sana. Kawasan ini terkenal sebagai tempat untuk menyaksikan matahari terbenam, kemudian berkemah, dan menyaksikan matahari terbit keesokan harinya. Sedangkan kami datang saat matahari tepat di atas ubun-ubun 😀
Sudah lah karena kami sempatnya memang jam segini disyukuri saja sudah sampai di sini dengan selamat. Pemandangan dari atas Mantar terlihat menakjubkan. Deretan pulau-pulau kecil dan Pulau Lombok terlihat di kejauhan. Begitu juga bentangan alam Pulau Sumbawa yang terlihat indah terlukiskan dari atas sini.
Salah satu wahana yang terkenal untuk dicoba di sini adalah paralayang. Mungkin karena pandemi atau waktunya yang salah, wahana ini tutup saat kami ke sana. Sedikit tidak tenang menikmati Mantar yang indah ini karena membayangkan rute turun yang akan kami lalui nanti. Kalau sekarang ditanya mau gak balik ke Mantar? Hmmm, enggak dulu deh. Cukup sekian dan terima kasih 😀
Have a good journey,
Aku jadi penasaran mbaaa 😄. Udah kebayang sih panasnya kayak apa 😁. Tapi daerah sana juga terkenal Krn alamnya yg super cantik. Temenku pas outing kantor sebelum pandemi kesana, aku suka foto2nya.
Biasanya kalo dataran tinggi gini, malamnya baru duingiiiin kaan 👍. Kalo siang bolong, kayaknya sama aja sih 😄
Awalnya terbayang seperti bromo yg meskipun siang udaranya tetep dingin, eh ternyata terik dan panas 😀