Private Lunch di Hotel Daroessalam Pasuruan yang Sarat Sejarah

Beberapa kali melewati hotel ini, saya hanya sempat melirik pandang. Karena sedang dalam perjalanan berangkat kerja, saya tak mungkin mampir ke tempat ini (tak punya alasan tepat pula untuk apa saya mampir ke sini). Tapi dari beberapa kali lirikan saya semakin penasaran dengan hotel yang masuk dalam cagar budaya ini. Maka di suatu sore, setelah pulang kerja, saya dan seorang teman mampir untuk menikmati makan siang yang terlambat di sana.

SEJARAH

Hotel Daroessalam belum setahun berdiri, tapi tempat ini bukanlah sebuah bangunan baru melainkan sebuah bangunan kuno sarat sejarah. Lihatlah gaya arsitekturnya yang merupakan kombinasi Indische dan Tionghoa, pilar-pilar cantiknya sekilas mengingatkan saya pada Lawang Sewu Semarang.

Pada masanya dulu, Pasuruan terkenal dengan kota pelabuhan yang banyak disinggahi oleh pedagang asal Tiongkok dan Arab. Sehingga tidak heran jika perkampungan Tionghoa maupun Arab berkembang begitu luas di Pasuruan. Ditambah lagi, industri gula dan budidaya tebu sempat menjadikan Pasuruan menjadi salah satu wilayah paling kaya di Jawa. Banyak orang-orang Tionghoa kaya yang akhirnya membangun rumah-rumah megah bergaya Indische dan Tionghoa yang memang sedang menjadi tren kala itu.

 

 

Pada tahun 1923, Kota Pasuruan mengalami penurunan dan mulai terabaikan. Banyak warga Tionghoa menjual propertinya dan meninggalkan kota ini. Salah satunya adalah rumah besar yang didirikan oleh Kwee Sik Poo ini. Pada tahun 1938, seorang keturunan Arab-Yaman, Muhammad bin Thalib membeli rumah ini dari keturunan ketiga Kwee Sik Poo.

HOTEL DAROESSALAM

Daroessalam, dalam bahasa Arab berarti rumah/tempat yang aman. Dalam upaya mengenang sang kakek yang membuka rumah ini selama 24 jam bagi tamu dari manapun, Hanif Thalib, menjadikan tempat ini sebagai hotel.

Tidak serta merta mengubah segalanya menjadi modern, Hanif Thalib berupaya menjaga keaslian tempat ini. Sehingga tidak hanya menyambut tamu untuk menginap, tapi juga bagi siapapun yang tertarik pada bangunan bersejarah dan juga jejak sejarah industri gula.

 

Memiliki 31 kamar, ada tiga tipe kamar yang ditawarkan, yaitu Deluxe, Grand Deluxe, dan Suite Room. Untuk lebih jelasnya cek di web Hotel Daroessalam ya.

D’FAHIRA RESTO

Berada di paviliun kanan, d’Fahira Resto menempati lantai pertama pada gedung berlantai dua itu. Kami disambut dengan beberapa pelayan yang siap melayani kami sore itu. Kami menjadi satu-satunya pengunjung, agak canggung juga masuk ke sini. Hehehe, berasa private lunch kaaannn….

D’Fahira Resto menjadi tempat bersantap sarapan bagi pengunjung yang menginap di hotel ini. Terlihat deretan meja di sepanjang pojokan yang dilengkapi wadah prasmanan. Beberapa foto lama dan cerita sejarah mengisi deretan dinding. Meja dan kursi berornamen kuno ditata sedemikian rupa ada yang dalam kelompok banyak, sekeluarga kecil, maupun hanya untuk berdua.

Menu yang ditawarkan lumayan beragam, ada sajian Eropa seperti pasta terlihat di daftar menunya. Daripada salah pilih, kami pun bertanya pada pelayan apa menu favorit di sini dan mengikuti sarannya.

Sembari menunggu makanan kami disajikan, kami meminta ijin pegawai di sana untuk melihat-lihat hotel dari dalam taman, dan ternyata diijinkan. Yeyyyy….. Sepertinya permintaan seperti itu tidak terlalu mengejutkan mereka. Bisa saya tebak beberapa kali orang berkunjung juga ingin mengambil foto dari dalam taman hotel yang terlihat sangat cantik itu.

Sebenarnya kami ingin eksplorasi lebih jauh, tapi sungkan. Karena kami tidak datang untuk menginap, dan tentu saja tidak ingin mengganggu penghuni hotel, kami kembali ke restoran untuk menyantap hidangan kami.

Saya memesan Nasi Goreng Daroessalam (40K) dan Hot Lemon Tea (15K), sedangkan teman saya memesan Mie Goreng Daroessalam (35K) dan Orange Juice (20K).

Mie Goreng Daroessalam

Saya bisa katakan bahwa menu makanan yang kami pesan mewakili betul dari image Hotel Daroessalam itu sendiri. Ciri khas Arabnya terasa dari rempah-rempah dalam hidangan kami, terutama nasi goreng pesanan saya. Saya penggemar nasi goreng, dan Nasi Goreng Daroessalam hanya ada di hotel ini. Untuk ukuran harga pun, dengan ukuran makanan hotel tidak lah terlalu mahal ya. Apalagi kita bisa belajar sejarah bangunan tua ini dan bonus foto-foto cantiknya.

STRATEGIS

Jika ingin berwisata ke Pasuruan dan ingin merasakan betul Pasuruan tempo dulu, menginap di Hotel Daroessalam adalah keputusan yang tepat. Berada di jalur Pantura, hotel ini berada di sebelah kiri jalan raya, tepatnya di Jl, Soekarno-Hatta No.41-43 Kota Pasuruan.

Ada beberapa tempat bertema tempo dulu yang bisa dikunjungi di Pasuruan, di antaranya adalah Klenteng Tjoe Tik Kiong, Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI), atau berziarah ke Makam KH. Abdul Hamid. Jangan lupa membeli oleh-oleh Bipang Jangkar, Roti Matahari, atau permen Sin A yang sudah melegenda.

THE HOTEL

Hotel Daroessalam Syariah Boutique Hotel

Jl. Soekarno-Hatta No.41-43

Kota Pasuruan

Jawa Timur 67131

P: +62 343 561 6000

+62 343 561 5000

email: [email protected]

www.daroessalamhotel.com

Have a good journey!

 

@uphiet_kamilah

11 thoughts on “Private Lunch di Hotel Daroessalam Pasuruan yang Sarat Sejarah

  1. Hotel di Pasuruan ini awesome ya, Phiet. Karena nulisnya juga runut dan ada sub-sub-nya, jadi bacanya juga asyik. Arsitekturnya itu menawan, memadukan Indische dan Tionghoa (as written) dan menu-menunya bikin baper. Eh, laper 😀

  2. Yeah akhirnya aku nemu tulisan ini. Sebelumnya aku pernah baca di TL Facebook ada hotel yang unik dan klasik di Pasuruan. Penasaran dong. Suamiku 3 tahun dinas di Pasuruan. Saya sering ikut kesana. Sayang pembukaan hotel ini tepat ketika suami mutasi ke kota lain.

    Semoga bisa main kesini. Sekalian bawa oleh2 bilang jangkar. Enak loh bipangnya ada macam2 rasa. Kebayang mau makan nasi punel khas Pasuruan.

    Aku kok mikir makanan mulu.

Leave a Reply to uphiet Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *