Sabtu Bersama Bapak

22544789 
Judul: Sabtu Bersama Bapak
Penulis: Adhitya Mulya
Penerbit: GagasMedia
Tebal: 278 halaman
Goodreads Rating: 4.29/5.00

Membangun sebuah hubungan itu butuh dua orang yang solid. Yang sama-sama kuat. Bukan yang saling ngisi kelemahan. Karena untuk menjadi kuat adalah tanggung jawab masing-masing orang. Bukan tanggung jawab orang lain.

Kematian memang bukan sesuatu yang bisa direncanakan, tapi menyiapkan bekal untuk orang-orang yang dicintai bagi Gunawan Garnida adalah sesuatu yang mungkin. Selama dua tahun semenjak dirinya divonis penyakit kanker, Gunawan khawatir tidak bisa membesarkan kedua anak lelakinya dengan baik, sehingga dia menyiapkan cara untuk terus mendampingi pertumbuhan mereka tanpa terus berada di samping mereka nantinya.

Satya dewasa tumbuh menjadi seorang suami yang temperamen dan selalu melihat kekurangan dari istri dan tiga anak lelakinya. Sedangkan Cakra tumbuh dewasa sebagai pria yang tidak percaya diri mendekati wanita. Beruntung di saat-saat berat yang mereka hadapi, video-video rekaman Bapak yang sering mereka tonton di hari Sabtu menyelamatkan hidup mereka.

I can’t ask for a better you. You, however, deserve a better me.

***

Novel ini kereeennn. Mungkin yang paling keren dari semua novel Adhitya Mulya yang pernah saya baca. Bikin ketawa, terharu, bahkan jatuh cinta.

Khas novel Adhitya Mulya ataupun sang istri, Ninit Yunita, kocak dan tidak meninggalkan ke-sunda-annya semisal panggilan ‘Kang’, ‘Mang’, atau ‘Ceu’ yang melekat di masing-masing karakter. Untuk novel yang menyampaikan pesan serius, kadang-kadang menurut saya kocaknya kelewatan Misalnya waktu Cakra terpesona dengan karyawan baru di kantornya. Seringnya, kok ya saya yang malu bacanya 😀

Sebagai seorang wanita, saya jatuh cinta dengan Cakra. Duhhh, pria satu ini benar-benar menyerap ajaran sang Bapak dengan sangat baik. Saya beneran pengen jadi Ayu waktu kencan sehari mereka di Kota Tua. My heart is melting right away…

“Ka, istri yang baik gak akan keberatan diajak melarat.” “Iya, sih. Tapi, mah, suami yang baik tidak akan tega mengajak istrinya untuk melarat.”

Selain cerita waktu Ayu dan Cakra kencan buta di Kota Tua, bagian favorit saya dalam novel ini adalah email untuk Satya dari Rissa, istrinya, ketika mereka terus-terusan bertengkar, bahkan ketika sedang berjauhan. Rissa menanggapi emosi tinggi suaminya tidak secara langsung. Dia memilih menahan diri dan menuliskan email tentang apa yang dipikirkannya. Melalui Satya, pembaca belajar bagaimana menjadi orang tua dan suami yang baik bagi keluarganya tanpa merasa didikte.

Menjadi panutan bukan tugas anak sulung kepada adik-adiknya. Menjadi panutan adalah tugas orangtua untuk semua anak.


Oh, satu lagi. Saat Ayu mencatat setiap detil resep masakan yang diajarkan ibu Cakra. Catatan-catatan kecilnya untuk mengingat, menurut saya salah satu hal romantis yang dilakukan Ayu untuk berbuat terbaik sebagai calon pendamping Cakra.

Meniru, dialog yang sering diucapkan Bintang dalam sitkom Tetangga Masa Gitu, baca novel ini membuat saya berkali-kali bilang, “so sweeeeeeeeeetttt…”

Laki, atau perempuan yang baik itu, gak bikin pasangannya cemburu. Laki, atau perempuan yang baik itu…bikin orang lain cemburu sama pasangannya.

Novel ini harusnya jadi bacaan wajib buat siapa aja yang pengen jadi suami yang baik, istri yang baik, dan orang tua yang baik 😀

Happy Reading! 🙂

you can find the book on bukabuku.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *