Sulawesi Selatan 360: Bone – Sinjai – Tanjung Bira (hari ketiga)

15 Agustus 2022, terbangun menghirup udara kota Watampone…

Penginapan kami, Sahabat Setia Homestay, berada dekat dengan Lapangan Merdeka Bone. Masih jam 8 pagi, jalan utama sudah banyak yang ditutup. Lapangan terlihat ramai persiapan latihan untuk upacara Agustusan besok lusa. Alhasil kami berputar-putar lewat jalan kecil untuk …… cari makan.

Kami mengelilingi jalanan kota Watampone untuk mencari sarapan yang sesuai selera kami. Rata-rata sarapan di Sulawesi didominasi nasi kuning, gak ada kalau yang dicari nasi pecel, rawon, atau soto ayam 😀

Kami melahap seporsi nasi kuning di dekat area perkantoran, dilanjut mencari songkok Bone yang terkenal itu sebagai cendera mata kami telah mengunjungi bekas sejarah Kesultanan Bone. Nah, sebelum itu, mampir pula kami ke masjid yang berarsitektur songkok khas Bone ini, Masjid Songkok Recca.

Sebelum meninggalkan kota Watampone, kami ingin mengunjungi dua tempat bersejarah di dekat sini. Yang pertama, Museum Lapawawoi, yang berada di dekat Lapangan Merdeka. Karena masih pagi, museum ini belum buka. Kami memutuskan ke tempat kedua terlebih dahulu, yaitu Bola Soba’ Saoraja Petta Ponggawae.

Di tengah perjalanan sempat mengalami kemacetan karena banyak pawai Agustusan yang sudah ramai dimulai di berbagai daerah. Lucu lihat sekawanan anak-anak TK ini pagi-pagi sudah berdandan dan mengenakan kostum daerah.

Kami tiba di tempat kedua, dan mendapati tempat ini menyisakan puing-puing sisa kebakaran. Kami bertanya pada seorang pegawai Dinas Kebudayaan yang gedungnya terletak tepat bersebelahan sekaligus mengkonfirmasi jam buka Museum Lapawawoi. Karena diinfokan museum seharusnya sudah buka, kami kembali lagi ke tempat pertama.

Tunggu punya tunggu ternyata museum ini tak kunjung buka juga, padahal sudah jam 9 pagi. Kami sempat mencari keberadaan petugas sampai ke belakang museum, nihil. Karena kami harus melanjutkan perjalanan ke Tanjung Bira kami lewatkan saja wisata sejarah kali ini.

Menuju Sinjai

Watampone ke Sinjai berjarak 3 jam perjalanan. Perjalanan ke arah Sinjai ini agak membosankan ya karena jalan yang lurus-lurus saja, tidak terlalu banyak pemandangan alam seperti saat perjalanan dari Makassar ke Toraja. Tidak ada kota-kota besar sepanjang perjalanan, tidak banyak pula SPBU di sepanjang perjalanan, jadi kami harus memperhitungkan kapan harus mengisi bahan bakar sebelum bertemu SPBU lagi.

Ada satu peristiwa tak terlupakan bagi kami saat mengisi bahan bakar. Karena tidak ada SPBU kami terpaksa mencari pedagang bensin eceran. Entah karena beda budaya dengan kami yang terbiasa dengan budaya Jawa, kami merasa orang-orang di sini agak kurang ramah. Hal ini beberapa kali kami alami sejak di Kota Makassar. Kami menunggu lama pemilik warung untuk keluar dan melayani kami, ternyata dia tetap duduk di tempatnya sambil melihat kami tanpa tersenyum ramah. Karena kami tidak memiliki pilihan untuk mencari penjual bensin eceran lain, akhirnya saya memilih self service mengambil dan menuang bensin sendiri. Waktu bayar, tetap aja orangnya masih duduk di tempat dan menerima uang tanpa tersenyum. Hehehehe, beda budaya beda kebiasaan mungkin yaa…

Bagian lucunya, saat akan lanjut perjalanan, kunci motor hilang entah kemana. Waduhhh… ternyata ketinggalan di jok motor yang udah tertutup. Panik, mau nangis rasanya. Warung ini benar-benar gak punya tetangga, kanan kiri depan semuanya sawah. Mau minta tolong penjaga warung kok kayaknya gak mungkin karena sikapnya yang kurang welcome tadi 🙁

Sekuat tenaga kami mencongkel pinggiran jok dengan tangan kami. Keringat panik, bingung harus apa, beberapa menit kemudian berhasil kunci itu keluar dari jok motor. Seketika hilang paniknya diganti ketawa ngakak. Gimana jadinya kalau kuncinya gak bisa dikeluarkan 😀

Benteng Balangnipa, Sinjai

Benteng ini berada di pinggir Sungai Tangka yang di masa lalu merupakan perbatasan antara Kesultanan Bone dan Kesultanan Gowa. Selain menjadi benteng pertahanan, benteng ini juga menjadi pusat administrasi karena letaknya dekat dengan pelabuhan Sungai Tangka.

Tidak banyak keterangan yang bisa didapat ketika mengunjungi tempat ini, bisa dibilang tidak ada sama sekali keterangan yang menjelaskan asal usul benteng ini. Hanya keterangan lisan singkat yang bisa didapat dari penjaga tiket masuk benteng, itu pun tidak mendalam karena penjaganya pun tidak tahu banyak tentang sejarah asal usul Benteng Balangnipa.

Kami tidak berlama-lama karena terik matahari membuat kami tidak betah berpanas-panas. Membayangkan minuman dingin sepertinya nikmat, mampirlah sebentar kami di pinggiran Hutan Kota Sinjai, melepas lelah sambil memesan minuman dingin.

Tanjung Bira

Menuju Tanjung Bira sebenarnya ada 2 jalur, melewai jalur trans Sulawesi atau jalur alternatif. Melihat google map, jalur alternatif terlihat lebih menarik karena melewati pinggiran pantai. Setelah bosan dengan rute sepanjang Palopo-Sinjai yang lurus-lurus saja, rute melewati tepian pantai perlu dicoba.

Awal-awal melewati rute pantai ini berlangsung lancar-lancar saja. Meskipun lama-lama ternyata melelahkan juga. Pertama, karena rute pinggir pantai ini tidak benar-benar pinggir pantai, jarang sekali melewati tepian pantai. Yang kedua, keadaan jalannya yang kecil dan banyak yang rusak. Kalau kembali ke jalan utama sangat butuh waktu, kami memutuskan tetap di jalan ini sampai tiba di Tanjung Bira nanti. Sepeda motor tidak bisa dipacu ngebut karena jalanannya seperti jalan-jalan kecil di perkampungan yang padat hunian meskipun kondisi jalan cenderung sepi.

Karena perjalanan kali ini lebih pendek daripada perjalanan kedua rute Palopo-Watampone, keadaan ini tidaklah seburuk kemarin. Menjelang sore kami sudah sampai di Tanjung Bira…..yang ternyata sepi…

Tanjung Bira nampak sebagai tempat wisata karena memasuki kawasan ini diharuskan membayar retribusi, seperti wisata di kawasan Parangtritis atau Kaliurang Jogja, tapi saat kami memasuki kawasan ini suasana begitu sepi. Tidak nampak keramaian pengunjung, tidak nampak kafe atau warung tempat nongkrong. Apa kami tiba di hari yang salah? Apa karena bukan weekend?

Setelah menemukan tempat menginap, kami berkeliling Tanjung Bira lagi sembari menunggu waktu sunset. Di pusat Tanjung Bira terlihat ramai pengunjung bermain pantai, berenang, atau sekedar duduk-duduk menunggu matahari tenggelam. Tapi keramaian hanya terpusat di situ, selebihnya sepi.

Ada beberapa tempat hiburan malam di beberapa tempat, di antara pemukiman penduduk, tapi terlihat seperti tempat ‘murah’. Beberapa hotel berbintang terletak secluded dan jauh dari pemukiman. Tapi tetap saja, tidak ada fasilitas pendukung di sekitarnya, seperti restoran atau cafe. Saya bingung dong harus ngapain di sini 😀

Mencari tempat untuk makan malam pun menjadi pe er lain, kami mencoba berkeliling di area dekat pelabuhan tapi tidak ada tempat ‘ramai’. Setelah zoom in dan zoom out tempat di Gmaps, kami memutuskan mencoba tempat yang paling direkomendasikan dari sekian tempat makan yang ada di sekitar sini, yaitu Warung Bamboo.

Kami tiba di sana dan suasananya sepiii. Aduh, apa makan mie instan aja ya di indomar*t 😀

Ternyata saat kami diminta ke dapurnya untuk memilih ikan yang mau dimasak lumayan lengkap jenis ikannya. Yaudalah dicoba dulu, siapa tau enak, yang penting kenyang. Hehehe….

Alhamdulillah, enak meskipun sambalnya kurang nendang seperti buatan orang Jawa. Hehehe… Kalau perut kenyang kan bisa tidur nyenyak.

 

Have a good journey,

10 thoughts on “Sulawesi Selatan 360: Bone – Sinjai – Tanjung Bira (hari ketiga)

  1. Pantai”nya cakep banget ya..seprtinya masih alami…soal isi bensin itu pengalaman lucu dan juga nyebelin ya mbak…orang sama”butuh tapi koq gitu😁yah..lain lubuk lain belalang..lain tempat lain kebiasaan…

  2. kalau dengar kota wantapone jadi ingat temanku yang sedang dinas di sana.
    Aku belum pernah ke Sulawesi dan sudah masuk dalam rencana untuk bisa ke sana.
    Perjalanan naik motor sepertinya seru yaa. Apalagi kalau disuguhi dengan pemandangan yang bagus. Jalanan yang datar emang terkadang sangat membosankan 😀

  3. wishlist banget bisa explore daerah sulawesi selatan, apalagi ke Toraja nih. Sampe sampe sodaraku yang stay di Maksar nanyain terus kapan ke toraja hahaha
    dulu waktu ke Makasar cuman bentar jadi nggak sampe ke Toraja
    Kalau road trip begini asik juga, dan waktu cutinya aku kudu lama, hiks, ini yang susah

Leave a Reply to uphiet Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *