Tahun Baru di Desa Wisata Cafe Laut Semare

Mengawali tahun baru 2020, saya masih mager alias males gerak. Bangun siang, mandi siang, sarapan siang, ckckck tahun baru kok gak ada perubahan. Hehehe…

Menjelang siang sudah mulai terasa kebosanan. Rasa-rasanya memang harus jalan-jalan keluar rumah, tapi mendung gelap membuat saya sedikit ragu. Tapi kata suami berangkat saja lah, nanti kalau hujan di jalan ya apa kata nanti. Baiklah, let’s go….

Kemana kami?

Menjelang pergantian tahun, saya melihat postingan seorang teman yang jadi jurnalis surat kabar di daerah saya tinggal. Hasil foto dia memang ciamik. Kala itu dia memposting sebuah tempat area hutan bakau di pesisir laut di wilayah Pasuruan. Kebetulan malamnya ternyata akan ada acara pelepasan seribu lampion tepat di malam tahun baru.

Kalau pergi di malam tahun barunya sih saya sama sekali gak tertarik. Tidak ada yang bisa menggantikan agenda nonton film di rumah dan tidur jam 9 malam, serta bangun saat sudah berganti tahun. Hehehehe….

Tapi boleh dicoba tu kalau perginya saat keesokan harinya, toh hari libur juga. Dan berharap para manusia yang tadi malam rela gak tidur untuk menjadi saksi pergantian tahun, sedang menikmati mimpi indah di rumah masing-masing. Maksudnya biar gak rame-rame banget.

Namun apa daya, penyakit mager membuat saya (dan suami) baru beranjak keluar rumah ketika sore hari dan saat itu sudah sangat mendung. Gimana sih ke pantai kok mendung-mendung gini, mana seru. Tapi ya daripada gak kemana-mana 😀

Berangkat lah kami mengendarai sepeda motor ke tempat yang hanya berjarak setengah jam perjalanan itu, sambil terus berdoa tidak hujan deras selama perjalanan.

Menuju Cafe Laut Semare cukup mudah, meskipun tidak menggunakan fasilitas google map. Setelah memasuki jalan menuju Kantor Kecamatan Kraton, petunjuk jalan dipasang di beberapa titik sehingga pengunjung tidak akan tersesat. Melintasi area persawahan, kemudian rumah-rumah dengan gang-gang kecil, kita akan tiba di Cafe Laut Semare.

Karena letak Cafe Laut ini di pantai yang tertutup oleh rumah-rumah warga, mobil harus diparkir agak jauh dari lokasi. Beruntunglah saya dan suami yang mengendarai sepeda motor ini, bisa terus melaju menyusuri gang-gang kecil sampai parkir di ujung dekat dengan pantai.

 

Cafe Laut berada di area hutan bakau, berupa jembatan kayu dan bambu yang mengarah ke laut. Di tengah-tengahnya terdapat bangunan kayu sebagai kafenya. Saya tidak sempat masuk ke sana karena suasananya begitu ramai.

 

Meskipun kala itu mendung dan gerimis kecil, pengunjung tetap saja banyak. Tidak mudah mendapatkan foto bagus karena lalu lalang pengunjung. Hehe… Salah satu ujung jembatan berakhir ke anjungan perahu nelayan. Mereka menyewakan perahunya sepuluh ribu per orang untuk keliling pesisir di sekitaran area. Kalau saya sih gak berani naik perahu karena mending gelap, gak seru kan kehujanan di tengah laut.

 

Terdapat jembatan lampion yang cantik untuk foto-foto, dan ada juga spot foto yang lumayan antri kalau mau berpose di sini. Saya dan suami cukup berjalan santai, menikmati keramaian, menikmati hembusan angin laut, menikmati pemandangan laut yang coklat. Hehe… sesekali suami yang sudah terbiasa dengan birunya laut Pulau Lombok harus menikmati coklatnya laut pesisir Pasuruan 😀

 

 

Cafe Laut Semare ini adalah desa wisata yang dikelola oleh Bumdes (Badan usaha milik desa. Wisata ke sini cukup murah meriah. Saya hanya menghabiskan uang Rp6.000.00, yaitu Rp2.000.00 untuk parkir motor dan Rp4.000.00 untuk tiket masuk jembatan lampion berdua. Meskipun kesannya murah meriah, hal ini sudah membantu perekonomian warga loh.

Oh ya, kalau biasanya perkampungan pesisir pantai kesannya kumuh, saya tidak menemukan kesan kumuh saat berkunjung ke sini. Rumah-rumah di sekitar area wisata ini cukup layak dan bersih meskipun menurut saya harus terus ditingkatkan untuk mendukung keberadaan desa wisata yang layak dikunjungi.

Menjelang maghrib kami memutuskan keluar dari jembatan lampion, karena mengejar sholat di masjid terdekat dengan jalan besar. Belum juga keluar dari jembatan, hujan deras mengguyur. Alhasil, melipirlah kami ke depan salah satu rumah warga yang membuka warung. Sembari menunggu hujan reda, kami memesan mie rebus dan kopi, serta snack lainnya. Tidak sengaja juga kami menemukan produk asli Desa Semare di warung yang kami singgahi. Berupa krupuk kulit ikan dan krupuk ikan tebalan (kalo kata penduduk sana). Belum ada mereknya, dan menurut saya ini akan menjadi potensi produk berikutnya dari desa wisata ini. Hmm, sudah sok tau belum saya nih 😀

 

 

Desa wisata ini akan terus dikembangkan karena masih minim fasilitas, seperti toilet umum atau pun musholla. Saya sih lebih berharap sisi edukasi dari hutan mangrove ini lebih ditingkatkan, daripada spot foto-foto kekiniannya. Setidaknya ada sesuatu yang kita dapatkan setelah berkunjung ke suatu tempat. Gitu gak sih? 😛

Yuk, berkunjung ke sini! Berwisata alam sembari belajar serta membantu meningkatkan perekonomian warga sekitar.

4 thoughts on “Tahun Baru di Desa Wisata Cafe Laut Semare

  1. baguus mba saya juga sedang merencanakan liburan ke Yogyakarta tahun ini hehe semoga kesampaian. Terimakasih banyak mba rekomendasinya 🙂 semoga saya bisa berkunjung ke samere juga karena belum pernah berkunjung sebelumnya ke desa wisata.

Leave a Reply to Mila Journeys Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *