Di tengah kekacauan hati sebelum pergi ke Bristol, Hugo hampir menabrak dua orang siswi SMA. Entah karena sedang kacau atau memang sesuatu yang ‘tidak biasa’ itu sedang terjadi, bukannya meminta maaf, Hugo malah melamar Dominique, salah satu dari dua siswi yang hampir ditabraknya. Tentu saja bukan jawaban iya yang diterima Hugo, hadiah bogem mentah malah mendarat di hidungnya.
Awalnya Bristol mungkin menjadi tempat pelarian bagi Hugo, tapi akhirnya Hugo menambah masa tinggalnya di sana entah karena alasan apa. Di Bristol, Hugo mulai mengenal dan kecanduan vanilla latte karena temannya. Kembalinya dia ke Bogor pun karena desakan sang Mama yang menginginkannya kembali.
“Beginikah rasanya mengkhawatirkan seseorang? Padahal dia hanya orang asing bagiku.”
***
Di awal cerita, saya merasa kalau ceritanya masih ngambang. Seakan-akan penulis terburu-buru membuat pengantar atau asal mula cerita yang mendasari kisah yang terjadi antara Hugo dan Dominique dan sejarah awal kecintaan Hugo akan vanila. Cerita mulai terasa smooth ketika Hugo kembali bertemu dengan Dominique. Alur ceritanya juga tersaji dengan rapi.
Nama-nama karakternya agak gak biasa bagi novel lokal yang setting ceritanya juga di dalam negeri. Hugo, Taura, Kyoko, Dominique. Terkecuali Kyoko, sepertinya karakter yang lain diceritakan gak ada blasterannya ya.. Atau memang saya yang kurang familier dengan nama-nama itu.
Novelnya cukup ringan untuk masuk kategori novel dewasa, tapi menghibur kalau memang butuh bacaan yang menyenangkan.
“Vanila tidak pernah memiliki beragam rasa dan aroma. Vanila setia pada rasa dan aromanya sendiri yang istimewa.”
Happy Reading! 🙂
you can find the book on bukabuku.com
Review ini diikutkan dalam Indonesian Romance Reading Challenge 2014 di http://kubikelromance.blogspot.com/2013/12/update-indonesian-romance-reading.html
Review ini diikutkan dalam Indiva Readers Challenge 2014 di http://indivamediakreasi.com/indiva-readers-challenge-irc-2014/
…dan tentu saja review ini diikutkan dalam BBI Review Challenge…