Berawal dari sok-sokan ngerti seni saat berada di Museum Affandi, berlanjut ke dua museum selanjutnya, saya jadi ketagihan berwisata ke museum π
Jogja sarat budaya sarat sejarah, jadi wajar wisata ke museum saat berkunjung ke sana menjadi agenda yang harus diwujudkan. Setelah sedikit memaksa suami akhirnya saya tiba di museum pertama yang saya kunjungi di hari itu, Museum Affandi. Kenapa sedikit memaksa, karena suami sempat tinggal beberapa bulan di Jogja, dan tempat dia beraktivitas sehari-hari letaknya sebelahan dengan Museum Affandi. Hihihi….katanya sudah bosan.
Museum Affandi
Terus terang saya sok tau banget saat masuk museum ini, padahal aslinya sama sekali gak paham soal karya seni lukis. Hehehe….
Tiket masuk yang dikenakan per orang adalah Rp50.000,- yang mendapatkan pouch dan free softdrink. Karena saat saya berkunjung tepat di hari ibu, 22 Desember yang lalu, khusus pengunjung perempuan dapat potongan harga 5o%. Masing-masing rombongan pengunjung akan didampingi guide yang siap mengantar kita memasuki satu galeri ke galeri yang lain. Yup, ada 3 galeri terpisah dan 1 studio yang akan dikunjungi dengan diantar guide.
Dari awal datang saya ragu untuk mengeluarkan kamera, karena menurut saya kadang kala memang tidak boleh mengambil gambar di dalam museum. Maka saya memutuskan menyerap dalam-dalam apa yang saya lihat di dalam galeri. Memang ada peringatan di depan galeri untuk tidak mengambil foto selama di dalam galeri (gak tau juga kalau bisa memotret dengan tambahan biaya tertentu).
Di Galeri I kita akan disajikan karya seni Affandi sejak mulai berkarya hingga akhir karirnya. Beberapa lukisan berkaitan erat dengan kehidupan di sekitarnya, seperti lukisan tentang istri dan anak perempuannya. Selain lukisan juga terdapat reproduksi dua patung potret diri Affandi, mobil klasik Mitsubishi Gallant 1970, juga penghargaan yang pernah diterima Affandi selama berkarya.
Menuju Galeri II kita akan diarahkan guide keluar dari Galeri I, melewati makam Affandi dan Maryati, istrinya. Pintu Galeri II terletak di sebelah makam tersebut. Di dalam sana kita bisa melihat karya Affandi yang lain, yang lebih bersifat umum dan tidak seemosional di Galeri I. Galeri II ini tidak dibuka secara keseluruhan, dibatasi oleh sebuah tali karena digunakan untuk perawatan lukisan terlebih setelah terjadi bencana gempa bumi di Jogja beberapa tahun yang lalu.
Setelah puas berusaha keras mengerti penjelasan guide di Galeri II, kita akan diajak memasuki Galeri III, yang terletak di sebelah kiri dari pintu keluar Galeri II.
Di Galeri III dipamerkan karya seni lukis dari Maryati, istri Affandi dan anak-anak Affandi, seperti karya Kartika dan Juki Affandi. Kalau di sini saya lebih mengerti lukisannya karena lebih ‘nyata’ wujudnya. Hehehe…. Di Galeri III ini pula akan diperlihatkan sebuah video kisah perjalanan Affandi yang bisa disimak dalam beberapa bahasa.
Agaknya karya lukis favorit saya ada di Galeri IV, lebih tepatnya ruang studio GajahWong. Kita akan diajak kembali ke rute awal, karena studio ini berada di dekat pintu masuk, tapi menuju ke ruangan yang terletak sedikit di bawah permukaan tanah. Di sini dipamerkan lukisan-lukisan karya Didit Affandi, yang merupakan cucu dari Affandi. Karyanya begitu indah bagi saya yang sangat menyukai landscape, seperti gunung, sawah, pasar, yang dilukiskan dengan teknik cat yang terlihat menonjol seperti tiga dimensi. Jangan ditanya itu aliran apa ya….
Dengan berakhirnya touring di studio GajahWong, kita akan diantar ke Kafe “Loteng” untuk mengambil softdrink sambil beristirahat sejenak. Tapii… karena saya penasaran dengan lantai kedua di kafe itu yang dari luar terlihat seperti perpustakaan, guidenya mengantarkan kami ke lantai dua untuk melihat ruangan yang ternyata dulu adalah kamar yang dipakai sehari-hari oleh Affandi. Kamarnya menghadap view jalan di luar, yang mungkin dulu pemandangannya bukanlah jalanan Jogja-Solo yang super rame seperti sekarang π
Ohya juga terdapat sebuah gerobak di samping kafe, tepatnya di depan Galeri III yang telah beralih fungsi menjadi kamar. Kamar ini adalah tempat istirahat siang Maryati dan juga tempatnya membuat karya sulam. Sekarang gerobak ini berfungsi sebagai mushola.
Setelah puas berkeliling dan guide telah selesai mengantar kami berkeliling, kami berdua beristirahat di kafe Loteng sambil menikmati free softdrink dan suasana sekitar. Di sini juga penggemar lukisan karya Affandi atau pegiat seni lukis bisa bertemu dan berdiskusi dengan Kartika Affandi maupun Didit Affandi yang seringkali juga duduk bersama pengunjung di area kafe.
Selain menyediakan panganan, di kafe loteng juga kita bisa membeli souvenir berupa kaos, mug, atau postcard. Saya membeli beberapa postcard bergambar karya Affandi dan Maryati yang nantinya ingin saya kirim melalui akun saya di platform postcrossing.
Selain itu kita juga bisa meninggalkan kesan dalam buku tamu yang disediakan di dekat pintu keluar kafe.
Museum Affandi
Jl. Laksda Adisucipto 167
Yogyakarta 55281
www.affandi.org
Museum Ullen Sentalu
Museum ini membuat definisi berkunjung ke museum menjadi super fun dan saya sangat excited sejak lihat bangunannya saat pertama datang. Dan sejauh ini museum Ullen Sentalu adalah museum favorit saya. Hmm, kira-kira kenapa yaaaa?
Kami tiba di parkiran motor saat gerimis mulai turun. Hanya ada beberapa motor, agaknya berwisata ke museum belum menjadi favorit di sini. Sebenarnya juga saya secara random memilih tempat ini tanpa browsing dan mencari tahu terlebih dulu, tertarik dengan namanya yang unik π
Tiket untuk masuk ke dalam museum dipatok Rp40.000,- per orang. Setelah membeli tiket kita akan diarahkan ke seberang meja untuk mendaftarkan nama dan asal. Setelah itu kita harus menunggu sekitar 10 menit karena ternyata untuk masuk ke dalam museum dibuat sifat touring alias beramai-ramai dengan seorang guide yang akan menjelaskan tentang apa yang dimiliki oleh museum ini serta mengarahkan langkah kita dari satu arah ke arah lainnya.
Selama dibuat menunggu, saya bertanya-tanya akan seperti apa suasana di dalam museum, kebudayaan seperti apa yang akan dipamerkan. Selain itu saya juga cemas, gerimis tak henti-hentinya turun. Museum ini sepertinya semi outdoor karena dari tempat ruang tunggu dapat terlihat pemandangan di balik kaca yang oudoor. Bagaimana kalau hujan deras, batalkah touringnya? Tapi sepertinya para pegawai museum itu santai-santai saja, jadi kenapa saya jadi cemas. Hehehe…
Setelah 10 menit berlalu, kami dipanggil sesuai nomer urut. Sekitar 10 orang akan diantar oleh satu orang guide. Guide mengantarkan kami menuju pintu masuk yang ternyata bukan pintu yang saya foto tadi, melainkan pintu kecil di belakang patung. Setelah menjelaskan larangan memotret dan tidak boleh membawa makanan, kami diantar menuju ruangan demi ruangan.
Waktu pertama kali mendengar mbak guidenya berbicara, saya sudah ternganga kagum. Sooo interactive dan sangat bersemangat, sesaat saya lupa sedang berada di sebuah museum di Indonesia. Hal berikutnya yang membuat saya kembali ternganga kagum adalah desain bangunannya yang mirip labirin, dan berikutnya lagi adalah karya-karya yang dipamerkan.
Karena ketika saya masuk ke dalam museum tidak diijinkan memotret, maka tidak ada dokumentasi satu pun yang saya punya. Satu-satunya adalah panca indera dan ingatan saya yang menyerap dengan maksimal apa yang sedang saya lihat di depan mata, apa yang sedang diceritakan oleh guide.
Ullen Sentalu adalah akronim dari Ulating Blencong Sejatine Tataraning Lumaku, yang artinya Pelita Kehidupan Umat Manusia. Museum ini dikelola oleh keluarga Haryono yang mewarisi kebudayaan Jawa secara turun menurun dan diresmikan di tahun 1997 oleh Menteri Pariwisata saat itu, yaitu Joop Ave.
Di ruang pertama kita akan menyaksikan koleksi seni dan gamelan yang berasal dari masa kerajaan Mataram Kuno dan Mataram Islam. Kemudian kita akan diajak beralih ke ruang berikutnya yang memamerkan lukisan tokoh kunci yang mewakili empat kerajaan Dinasti Mataram. Koleksi batik Solo dan Yogyakarta menjadi tujuan ruangan berikutnya, guide juga akan menjelaskan perbedaan ciri khas batik keduanya. Juga akan dipamerkan perbedaan kostum dan aksesoris pengantin adat Yogyakarta maupun Solo.
Di tengah perjalanan keliling dari satu ruang ke ruang yang lain, kita akan diantar ke sebuah ruangan untuk beristirahat sejenak. Sekedar melemaskan otot-otot kaki sembari menikmati segelas jamu “Ratu Mas” yang dibuat dari resep rahasia tujuh ramuan herbal. Segaaarrr….
Selepas dari museum outdoor yang memamerkan patung-patung dewa, baru kita diijinkan untuk mengeluarkan kamera. Kita akan tiba di sebuah ruangan outdoor dengan replika salah satu relief Borobudur yang digantung miring. Kenapa miring? Sebagai ungkapan kesedihan karena Borobudur sudah tidak lagi masuk dalam tujuh keajaiban dunia.
Dengan tiba di area outdoor, acara touring museum bersama guide pun telah selesai. Kami diijinkan menikmati area outdoor atau bisa langsung menuju pintu keluar.
Karena hujan tiba-tiba turun lagi, kami berteduh setelah sebentar menikmati suasana museum yang tenang, rindang, dan juga dingin. Bagaimana tidak dingin, museum Ullen Sentalu hanya berjarak 7 kilometer dari lereng Gunung Merapi. Selain tenang, museum ini sebenarnya terkesan mistis buat saya apalagi saat keluar ke areaΒ outdoor sudah hampir jam 5 sore dan hujan pula. Makanya ketika hujan sudah reda sedikit saya ajak suami buru-buru cabut. Hehehe…emang saya yang penakut.
Museum Ullen Sentalu
Jalan Boyong KM25, Kaliurang Barat, Sleman, DIY
Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala
Setelah dua museum sebelumnya adalah museum yang dikelola secara swasta, di hari terakhir kunjungan saya ke Yogyakarta, suami mengajak ke museum dirgantara yang letaknya dekat dengan bandara Adi Sucipto. Saya langsung ayo ayo aja.
Berbeda lagi dengan dua museum sebelumnya, museum dirgantara ini ramainya kebangetan. Kebanyakan yang berkunjung adalah keluarga yang mempunyai anak kecil. Anak kecil manapun pasti suka ke sini, banyak sekaliΒ pesawat-pesawat dipamerkan baik di dalam ruangan maupun di halaman museum. Dan tentunya murah, hanya Rp12.000,- per orang. Saya aja happy diajak ke sini, hehe meskipun lebih happy suami saya.
Berada di lingkungan TNI AU, kita harus melapor dulu di pos masuk kompleks. Setelah memberikan jaminan kartu identitas, kita akan diijinkan masuk ke dalam kompleks dan menuju museum.
Saya memilih terlebih dahulu masuk ke gedung museum. Di ruangan pertama kita akan disambut dengan deretan foto tokoh-tokoh penting yang pernah menduduki posisi penting dalam kedirgantaraan. Kita akan menemukan nama-nama yang familier seperti Adi Sutjipto, Abdurahman Saleh, dan Adi Sumarmo. Yup ketiganya memang diabadikan menjadi nama-nama bandara di Jogja, Malang, dan Solo. Bukan nama mereka yang menjadi nama bandara yang dikisahkan tapi peristiwa gugurnya ketiga tokoh ini dalam peristiwa jatuhnya pesawat Dakota VT-CLA akibat diserang dua pesawat pemburu Kitty Hawk Belanda. Peristiwa itu diabadikan dalam Monumen Perjuangan TNI AU, bahkan kita bisa melihat sisa bangkai pesawat yang dipajang di dalam museum.
Banyak sekali sejarah TNI AU yang bisa kita pelajari dengan masuk ke museum ini. Seperti transformasi seragam, alutsista, perkembangan akademi TNI AU, diorama-diorama peristiwa penting yang melibatkan TNI AU, dan juga pesawat-pesawat terbang yang pernah dipakai TNI AU dalam membela dan melindungi negara dari ancaman musuh dan penjajah.
Di dalam ruangan dipamerkan sebuah pesawat bernama Pesawat Cureng, yaitu pesawat yang pertama kali diterbangkan setelah kemerdekaan. Adapun penerbang yang mengendalikan adalah Bapak Penerbang Indonesia Adi Sutjipto.
Bagian berikutnya setelah sejarah tentang perkembangan Akademi TNI AU adalah ruangan berisi alutsista dan pesawat terbang. Ruangan ini mirip sebuah hanggar pesawat tapi dengan dinding tertutup.
Salah satu pesawat yang menarik perhatian saya adalah si P-51 Mustang ini, karena gambarnya yang unik dengan ilustrasi gigi di bagian depan pesawat. Dan keliatan kan bagaimana excitednya saya π
Ada satu pesawat yang dibuka dalamnya untuk pengunjung, kita bisa memasukinya bahkan sampai bagian kemudinya. Tapi saya ngeri-ngeri sendiri, takut tiba-tiba njungkel π
Meskipun ramai tempat ini begitu luas jadi tidak perlu desak-desakan kalau keliling museum, dan saya memang super happy di sini. Hehehe…
Ada satu pengalaman yang terpaksa saya lewatkan saat berkunjung ke sana karena saat itu sedang ditutup, yaitu Simulator Pesawat P-51 Mustang. Padahal sepertinya seru juga mencoba mengendalikan pesawat hitam dengan gigi-giginya yang gahar itu.
Keluar dari museum, saya tertarik dengan sebuah bungker yang sepertinya baru dibangun, yaitu Bunker Muspusdirla. Bunker ini dibuka kembali di tahun 2016 yang diisi dengan potret-potret sejarah perkembangan Pangkalan Udara Maguwo dari masa ke masa.
Agak serem ya, gelap!! Karena didesain satu arah, untuk kembali ke pintu keluar harus memutar di ujung yang gelap itu. Huhuhu, saya gak mau lama-lama dan setengah berlari untuk segera keluar π
Satu tempat lagi yang baru didirikan adalah Museum Engine R. Ahmad Imanullah. Di sini dipamerkan mesin-mesin pesawat lengkap dengan keterangannya. Kalau masuk ke sini yang sangat excited tentu saja suami saya. Sebagai orang yang sekolah dan ngerti permesinan, dia seperti masuk ke dunianya sendiri. Hmm, saya sih cuma terkagum-kagum dengan ukurannya yang besar dan jalinan kabel yang rumit di sana-sini.
Beralih ke halaman museum ada beberapa pesawat yang dipamerkan, tentu saja dengan sejarah keunggulannya masing-masing. Ini nih yang disukai anak-anak. Semoga suatu saat biasa ajak anak ke sini juga. Hihihi, amiiin.
Salah satu aktivitas yang gak kalah seru yang bisa dilakukan di museum ini adalah melihat pesawat landing. Yup, salah satu bagian halaman museum tepat berada di jalur landing pesawat. Beberapa kali petugas harus memperingatkan pengunjung, melalui pengeras suara supaya tidak berdiri di bawah jalur landing pesawat. Saya sih dari pinggir aja, ngeri juga kalau lihat pesawat persis di atas kita. Hehehe….
Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala
Komplek TNI AU Lanud Adi Sutjipto
Jl. Raya Solo-Yogyakarta
Yogyakarta
Setelah seru-seruan di tiga museum ini, saya kok jadi ketagihan wisata ke museum. Kira-kira saya harus ke museum mana lagi ya?
Have a good journey!
@uphiet_kamilah
Ada program wajib kunjung museum (wkm) untuk anak sekolah dari Dinas Kebudayaan DIY, sudah disediakan transportasi, snack, tiket masuk gratis.
Wah kerennya. Harus diwajibkan dulu dg compliment, nanti lama2 akan senang dg sendirinya. Pantes saja museumnya bagus2 pengelolaannya