Keliling Museum sekitar Solo

Mendengar nama Kota Solo, terbayang suasana yang tenang dan sepi serta kulinernya yang murah. Awalnya bingung mau menghabiskan liburan Idul Adha kemana. Karena berbarengan dengan liburan sekolah, kota Yogyakarta dan pulau Bali sudah kami coret dalam daftar. Mau pulang ke pulau Lombok, budget liburan kali ini tidak begitu besar 😀

Akhirnya kami memutuskan touring ke Solo dengan rute berangkat melintasi Ngawi dan pulangnya melintasi Tawangmangu-Magetan.  Setelah browsing sana sini tempat-tempat yang akan kami kunjungi, ada beberapa tempat masuk di list perjalanan. Semuanya ternyata wisata sejarah, saya yang hobi hopping museum to museum jadinya happy 🙂

Fort van den Bosch, Ngawi

Benteng van den Bosch atau Benteng Pendem dibangun pada abad ke-19. Lokasi bangunan ini berada di pertemuan Sungai Bengawan Solo dan Sungai Madiun yang digunakan Belanda sebagai benteng pertahanan di Madiun dan sekitarnya. Karena letaknya yang lebih rendah dibanding tanah di sekitarnya, bangunan ini juga disebut benteng pendem.

Selama beberapa tahun terakhir, benteng ini sedang mengalami pemugaran yang dilakukan Kementerian PUPR supaya tidak runtuh dan bangunannya tidak semakin rusak.

Akhir Juni lalu, ketika kami tiba di benteng ini, pemugaran area luar telah selesai dilakukan, sehingga bisa dibuka untuk pengunjung. Sayangnya pengunjung hanya bisa menikmati bangunan dari luar karena bagian dalamnya masih terkunci dan pemugarannya juga belum selesai. Tidak banyak informasi yang kami dapat tentang bangunan ini selain informasi tentang rehabilitasi bangunan.  Semoga lain kali dilengkapi dengan informasi sejarah dan asal usul benteng ini, sehingga wisatawan yang datang tidak hanya untuk berfoto-foto tapi juga menambah ilmu pengetahuan 🙂

Museum Manusia Purba Sangiran – Klaster Ngebung

Kalau lihat di gmap Museum Manusia Purba Klaster Ngebung ini punya 6442 reviews. Wajar kalau saya berpikir ini adalah museum utama dari beberapa museum manusia purba yang tersebar di beberapa titik di Sangiran. Tapi kok jalurnya melintasi perkampungan dan jalanannya sempit dan tidak beraspal? Waktu sampai di tujuan, kok museumnya sepi dan kecil?

Sudah berbagai macam kemungkinan melintas, salah nih, kalau benar ini tempatnya sudah sedih duluan, kenapa museum sarat ilmu begini cenderung sepi 🙁

Masuklah kami ke dalam museum, isi buku tamu. Kami berdua adalah pengunjung pertama hari ini, dan pengunjung hari kemarin cuma 3 kelompok, itu pun gak sampai 10 orang. Makin sedih 🙁

Museum ini banyak bercerita tentang perjalanan beberapa peneliti baik dalam negeri maupun luar negeri yang pernah melakukan penelitian manusia purba di Sangiran. Berasa masuk ke dalam buku, museum ini sarat ilmu. Bukan cuma gambar atau benda yang ditaruh dan diberi keterangan seadanya, tapi penuh informasi. Ditambah lagi media yang digunakan seperti layar komputer touchscreen yang bisa digunakan untuk menggali informasi lebih dalam.

Untuk ukuran museum yang dikelola pemerintah, ini museum yang keren sih dan informatif, bayar tiketnya pun cuma 12 ribu. Sayangnya akses jalannya masih belum terlalu bagus. Tapi sepertinya memang sedang dalam proses perbaikan karena sepanjang jalan terdapat para pekerja yang sedang mengaspal jalan.

Situs Manusia Purba Sangiran

Karena agaknya kami menuju museum yang salah (karena ukuran museum yang kecil), kami mencari lagi museum utamanya di gmaps dan menuju tempat ini yang memiliki 669 reviews, jauh lebih kecil dari museum klaster Ngebung.

Kami tetap diarahkan ke jalan2 kecil yang rusak dan lumayan naik turun. Sampai hampir tiba di titik tujuan baru melintasi jalan besar, alias kembali ke jalur utama 😀

Akhirnya kami tiba di tujuan yang benar. Kami memarkir sepeda motor di parkiran wisata untuk menaiki kendaraan penumpang yang akan membawa kami ke museum. Bayarnya 12 ribu per orang, terhitung plus ongkos untuk kembali ke parkiran lagi.

Museum yang ini lumayan ramai, karena merupakan museum manusia purba terbesar di antara beberapa museum yang ada di Sangiran. Sejak 1996 Situs Manusia Purba Sangiran telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO.

Museum dibagi 3 ruang pamer, dimana tiga-tiganya dirancang secara menarik informatif, dan lagi-lagi mengandalkan teknologi masa kini sehingga kunjungan museum tidak semembosankan seperti kebanyakan. Salah satunya adalah kaca display, yang kalau dilihat memang seperti kaca display biasa yg melindungi benda museum supaya tidak tersentuh tangan pengunjung. Eh ternyata itu layar touchscreen yang bisa menampilkan berbagai informasi tergantung bagian mana dari benda tersebut yang kita tunjuk.

Selain menyimpan temuan fosil hewan dan manusia purba, museum ini juga menyajikan sejarah perjalanan penelitian kehidupan purba yang dilakukan di Sangiran dan sekitarnya.

Sebagai kenang-kenangan saya membeli sepasang kaos Sangiran yang dijual di halaman museum. Karena wisata langka, biar jadi bukti pernah ke sini 🙂

Museum De Tjolomadoe

Museum De Tjolomadoe awalnya adalah sebuah pabrik gula yang didirikan di tahun 1861 dan ditutup tahun 1998 karena berkurangnya suplai tebu, alihfungsi lahan, dan krisis ekonomi. Bangunan ini kemudian direvitalisasi di tahun 2017 dan dibuka kembali di tahun 2018 sebagai museum dan gedung pertemuan.

Di dalam gedung kita akan melihat beberapa stasiun yang digunakan dalam pengolahan tebu menjadi gula, seperti stasiun gilingan, stasiun penguapan, dan stasiun ketelan. Di dalam gedung juga masih terlihat bekas jalur lori yang digunakan oleh kereta pengangkut tebu untuk masuk ke dalam pabrik.

Sejarah tentang awal mula berdirinya pabrik gula ini oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV, melewati masa kejayaan, hingga resmi ditutup di tahun 1998 juga diceritakan dalam satu ruangan museum sendiri.

Museum Atsiri

Dalam penelusuran akan tempat-tempat wisata yang akan kami lewati searah jalan pulang melintasi Tawangmangu, tidak sengaja menemukan spot Rumah Atsiri Indonesia di gmaps. Saya memang cenderung menghindari tempat-tempat wisata yang kebanyakan berisi spot-spot selfie 😀 Setelah penelusuran lebih lanjut, saya memasukkan Rumah Atsiri dalam tempat yang akan dikunjungi.

Yups, di sini ada museumnya 🙂

Museum Atsiri menyajikan sejarah asal usul minyak atsiri di dunia dan sejarah perkembangan industri minyak atsiri di Indonesia. Memasuki museum atsiri tidak bisa dilakukan perorangan, kita harus menunggu sampai grup terkumpul pada jam-jam yang telah ditentukan dengan didampingi guide. Mirip memasuki Museum Ullen Sentalu di Jogja, bedanya di sini boleh ambil foto dimanapun.

Selain belajar sejarah di museum, Rumah Atsiri juga menawarkan wisata edukasi lainnya, seperti berkenalan langsung dengan aneka tumbuhan aromatic di Taman Bunga dan Rumah Kaca. Kita pun bisa belajar cara meracik minyak atsiri bersama ahlinya.

***

Liburan kali ini benar-benar dapat banyak ilmu baru tentang banyaknya hal baik yang terjadi di negara kita. Seru,  dan saya siap hunting museum lagi di bagian Indonesia lainnya 😀

Have a good journey,

6 thoughts on “Keliling Museum sekitar Solo

  1. Biasanya gak banyak orang jalan ke museum ya karena terkesan gimana gitu,tapi sekarang museum lebih bersahabat,walau tetap ada rasa gimana gitu,kaku, sunyi,tapi menarik, dan ini malahan cakep ya, dapet wawasan baru, pan liburan ga musti melulu jalan ke mana gitu, kebetulan suami orang Nganjuk mbak, kalo lewat tol pasti lewatin Ngawi..lumayan lama dan luas ya walo udah lewat tol jugak😁

  2. Cuma Sangiran doang yg aku udh datangin nih mba. Naah waktu itu pun aku agak nyasar pas cari museum ini. Krn ada beberapa yaaa.. yg kecil2 gitu kan. Untungnya dapat museum utamanya. Sukaaa sih, dan pas kami datang sebelum pandemi, itu ruameee byanget.

    Aku masih mau kesana lagi, ajak anak2, Krn waktu itu mereka masih keciiil. Skr harusnya udah paham.

    Aku juga seneng Ama museum mba. Walopun yg aku suka sbnrnya museum yg ada dark history. Kayak museum Jend Nasution di Menteng, museum bom atom Hiroshima dan nagasaki, museum pembunuhan massal S21 dan killing field di Kamboja. Yg kayak begitu pasti aku datangin.

    Kalo ttg sejarah umum, suka juga asal ga bosenin dan interaktif 😁

    1. Kurangnya di Indonesia memang masih banyak museum yang ‘seadanya’. Tapi saya selalu berusaha cari museum di tiap kota yang saya datangi, kalau gak menarik ya paling sekali putaran dan gak lama2 di sana 😀

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *