Kintamani, ke Bali Gak Melulu Ke Pantai

Menetapkan tujuan jalan-jalan ke Bali selalu jadi perdebatan antara saya dan suami. Bali selalu kami skip dengan berbagai alasan, terlalu ramai dan mahal, kalau mau ke pantai kami lebih memilih pulang ke Lombok yang banyak pantai pasir putih dengan laut birunya, makanan aslinya yang kurang cocok, dan alasan lainnya.

Libur lebaran yang sisa 3 hari kami sudah cukup bosan di rumah, akhirnya mendadak Bali dengan rencana seadanya dengan motor matic kami dengan syarat gak usah ke Denpasar karena ribet dengan macet 🙂

Kami menuju Buleleng melintasi jalur sepi Taman Nasional Bali Barat. Menikmati naik motor tanpa ketemu bus-bus yang menuju ke Denpasar. Rencana langsung menuju Kintamani dan menginap di sana kami urungkan karena ingin menikmati perjalanan santai dan bermalam di sekitaran Pantai Lovina.

Keesokan pagi kami berangkat dari hotel di kawasan Lovina dengan skip sarapan karena berniat breakfast with a view di kafe-kafe hits di Kintamani. Perjalanan sangat seru karena jalur berliku, sepi, dan udara yang sejuk. Jalanannya juga lumayan mulus membuat motor kami melaju dengan nyaman di jalan.

Memasuki Kintamani kami bertemu kemacetan. Waduh sepagi ini udah macet, jangan-jangan semua orang berpikiran sama untuk sarapan dengan menikmati matahari terbit. Ternyata, ada ibadah umat Hindu di salah satu pura besar di Bali, yaitu Pura Ulun Danu Batur, tepat di sebelah tujuan pertama kami, Ritatkala Cafe.

Ritatkala Cafe

Rata-rata kafe di Kintamani buka dari jam 6 pagi karena memang menawarkan pemandangan sunrise dan Gunung Batur. Begitu pun dengan Ritatkala Cafe.  Saya memilih kafe ini karena menyajikan menu sarapan yang lumayan lengkap mulai dari Asia ataupun Eropa. Eh, tapi ujung-ujungnya kami cuma ngemil karena gak mau kenyang dulu.

Kafe masih sepi, hanya ada 2 rombongan kecil. Beberapa petugasnya pun masih sibuk bersih-bersih. Kafenya cantik, tidak terlalu besar dan menghadap pemandangan gunung Batur di kejauhan. Area outdoornya kalau sudah agak siang panas banget sih karena menghadap matahari tapi instagramable pastinya.

Kami memesan chicken quesadilla dan chicken wings sambil duduk di area outdoor . Hening karena masih sepi sepagi ini, tidak beberapa lama beberapa rombongan warga Bali yang selesai beribadah di Pura Ulun Danu Batur datang untuk sarapan di kafe. Setelah beberapa pengunjung berikutnya, kami bersiap untuk melanjutkan perjalanan, penasaran dengan kafe yang lain 😀

Paperhills

Paperhills menjadi kafe kedua tujuan kami di Kintamani. Saya jatuh cinta pada pandangan pertama. Kafe ini bagian indoornya cantik sekali. Kami memilih duduk di dalam ruangan karena kalau outdoor pemandangannya sama dengan kafe sebelumnya karena berada di sisi jalan yang sama.

Area outdoornya bagus sih, tapi tidak terlalu nyaman untuk berlama-lama karena terik matahari. Tapi tempat di area outdoor ini dengan cepat penuh pengunjung karena banyak yang ingin mengabadikan pemandangan gunung Batur.

Di sini kami agak kalap sih dengan menunya, berniat nyemil aja berujung makan besar. Selain kafenya yang cantik, pastry yang disajikan juga enak. Agak lama kami di sana, ngobrol berdua sambil menikmati suasana kafe yang semakin lama semakin penuh. Bahkan, ketika kami keluar malah sudah waiting list untuk masuk ke kafe ini.

Keluar dari kafe kami terkejut dengan kondisi di luar. Parkiran yang tadinya sepi sekarang sudah penuh sesak. Begitu pun dengan jalanan yang padat merayap. Para wisatawan yang berangkat dari Denpasar ternyata telah sampai di Kintamani. Kami bersyukur memilih perjalanan dari arah Buleleng yang tanpa kemacetan.

Banyak sekali kafe yang menawarkan pemandangan gunung Batur dan black lavanya. Dan hampir semuanya full  pengunjung. Begitu pun dengan kafe hits di kawasan itu, Montana del Cafe, yang pengunjungnya sudah penuh. Kami tidak mampir ke kafe-kafe yang lain karena sudah terlalu kenyang 😀

Perjalanan ke tujuan berikutnya kami tempuh dengan kondisi kemacetan jalan dimana-mana. Wisatawan tumpah ruah di Kintamani menjelang makan siang. Belum meninggalkan Kintamani, kami menuju pinggiran Danau Batur, waktunya berendam air panas!!

Menuju danau Batur kami meninggalkan kemacetan Kintamani dan menuju jalan yang jauh lebih lengang dengan kontur kelokan dan naik turun jalanan yang membuat perjalanan semakin seru.

Toya Devasya

Sepanjang perjalanan ke pemandian kami menikmati pemandangan danau Batur di kanan jalan dan gunung Batur di kiri jalan. Pemandangan cantik sejauh mata memandang.

Toya Devasya Natural Hot Spring menawarkan pemandian air panas dengan pemandangan danau Batur. Setelah full motoran dari kemarin waktunya charging energy untuk perjalanan pulang besok 😀

Ada satu kolam besar dan 7 kolam kecil tersebar di beberapa tempat. Salah satu kolam yang menjadi tempat favorit adalah kolam yang berbatasan langsung dengan danau Batur. Selain kolam ada area bermain anak dan restoran, kalau ingin berlama-lama Toya Devasya juga menyediakan resor untuk menginap.

Udara yang sejuk dan mandi air panas membuat tubuh sangat rileks. Hilang letihnya dan menjadi segar kembali. Waktunya kembali melanjutkan perjalanan.

Kali ini kami menuju Ubud dan lanjut eksplor Bali sebelum kembali pulang keesokan hari…

Have a good journey,

13 thoughts on “Kintamani, ke Bali Gak Melulu Ke Pantai

  1. Wah setiap mampir ke sini blom ada postingan, alhamdullilah kali ini gak sia”😀saya udah lama gak ke Bali mbk, terkahir th 2018 yg lalu, sebelumnya pernah ke Kintamani,memang cakep dan sejuk ya…tapi udah gak tau perubahan kayak apa sekarang, yg pasti kalo liat foto”nya selalu kereen deh., Dulu bahkan pernah nyebrangin danau baturnya, kalo dulu banyak anak”yg ngikutin entah sekarang.

  2. Rencana dadakan kadang malah sukses dan menyenangkan ya kak. Heheh.
    Salam kenal, Kak.
    Aku jadi ikut ngerasain jalan² virtual di Bali stelah baca ini
    Reviewnya bagus, kok bsa bikinnya yak hihi keren euy. Aku sekalinya jalan2 jauh tp ga bsa bikin review lengkap gni sampe ke kulinernya segala pula. Keren kak…..

      1. Iya juga sih, Kak. Foto kan mengabadikan momen.
        Pengen banget deh nulis review. Ada satu kegiatan yang bener² gak bisa dilupain, tapi bingung mau mulai dari mana. Dan blogku juga nulisnya biasanya artikel formal 🙁 jadi galau*eh maapkeun malah curhat heehe

  3. perjalanan yang menarik!! ke bali memang biasanya ke pantai, tapi ini malah memilih ke pegunungannya. Apalagi jalur yang dilalui melewati bali barat.

    Aku baru tahu kalau banyak cafe di kintamani buka dari pagi. Cocok jadi tujuan setelah menikmati sunrise. Aku pun setuju kalau pagi hari seharusnya tidak terlalu kenyang. Bali kalau sedang ada perayaan hari raya atau ibadah memang bakal macet. Jadi ya ikut menikamti perayaan tersebut.

    Cafenya cakep, makanan yang dipesan juga sepertinya enak 😀

    1. iya Kintamani sekarang menjadi destinasi yang sedang naik daun di Bali setelah Ubud. Akan lebih baik lagi ke sini kalau tidak sedang musim liburan biar gak terlalu bermacet-macet ria 😀

  4. Saya itu ga suka pantai, Krn panas. Sementara saya ga kuat panas. Liburan aja selalu pas winter kalo visit negara 4 musim. Saking ga kuatnya.

    Tapi ntah kenapa malah tiap tahun ke Bali pas masih kerja 🤣🤣🤣. Sbnrnya Krn outing tahunan kantor sih mba 😁

    Trus waktu udh resign, masih ke Bali walo ga terlalu sering. Di sana pun saya cari hotel pasti daerah sejuknya, ga mau daerah pantai 🤣. Kintamani fav saya untuk cafe, walopun memang ruameeee yaa Ama wisatawan. Tapi cafe2 di sana cantik dan makanan juga enak👍. Trakhir ke Bali mampir ya ke OKUTA Cafe, waktu itu masih baru mba. Tapi bagus designnya, unik.

    Sayangnya kami ga pernah sampe danau Batur. Ntar deh kalo ke Bali lagi. Biasa juga kami sewa motor kalo dah ke Bali. Males kalo mobil, macetnya udah sama kayak jakarta 🤣

    1. Kalau saya kebalikannya sih, lebih baik berpanas2 daripada kedinginan 😀
      Iya gak selesai-selesai kalau wisata kafe ke Kintamani, bagus-bagus. Hehehe…
      Bawa motor udah paling bener kalau liburannya sama pasangan, macetnya bisa bikin tambah stres

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *