Kali ini mencoba rute berbeda untuk menuju Bromo.
Familiar dengan jalur Probolinggo dan Pasuruan, saya dan suami menjajal ke Bromo lewat Malang.
Bukan hanya itu saja, kami tidak melewati jalan nasional ke arah Malang, tapi berbelok di jalan Nongkojajar menuju Tutur dan melewati perbatasan Pasuruan-Malang yang daerahnya tidak pernah kami lewati sebelumnya.
Kami berangkat jam 7 pagi dari rumah, karena sudah punya target makan siang di dekat pintu masuk Bromo jalur Malang.
Di pertigaan Purwodadi kami meninggalkan jalur utama arah Malang menuju arah Nongkojajar. Perjalanan jauh dari kata macet dengan jalan berliku karena menuju dataran tinggi. Udara sejuk menambah syahdu suasana.
Pemberhentian pertama kami adalah Rumah Bunga Cafe di kawasan Nongkojajar. Kafe ini bukan sekedar kafe tempat ngopi tapi juga tempat healing karena berada di pinggir jurang dengan sungai di bawahnya dan didesain dengan sangat estetik. Pengunjung bisa betah berlama-lama menikmati alam yang sejuk, duduk-duduk santai, dan foto-foto di area kafe baik area indoor maupun outdoor.
Salah satu area berfoto favorit adalah jembatan gantungnya, menjadi highlight utama kalau ke kafe ini. Menu makanannya juga banyak, mulai dari cemilan sampai makanan berat. Dan harganya yang ramah di kantong.
Karena masih pagi kami memilih untuk ngemil aja. Dua buah minuman segar, seporsi tahu walik, dan sekantong stik susu. Karena Nongkojajar adalah bagian dari wilayah kecamatan Tutur yang terkenal sebagai produsen susu sapi, stik susu di sini beneran stik yang berbahan dasar susu asli. Salah satu cemilan khas Pasuruan favorit saya 🙂
Kami melanjutkan perjalanan menjelajahi Tutur sambil melihat suasana di kanan kiri jalan. Sedikit disasarkan gmaps, tapi tidak sampai jadi perdebatan seru 😀
Dalam perjalanan kami menemukan kawasan hutan pinus yang digunakan sebagai camping ground di daerah Gendro, Kecamatan Tutur. Mampir sebentar sekalian istirahat sambil ngadem di suasana yang memang sudah adem ini 😀
Jajaran pinus yang menjulang tinggi membuat tempat ini cocok untuk camping. Kami masuk ke area dalam sambil memikirkan kemungkinan bisa gak camping di sini suatu hari nanti 😀 Sayangnya kami tidak menemukan adanya fasilitas pendukung, seperti kamar mandi atau mushola bahkan kantor penjaga area camping. Jadi yaa kalau camping inisiatif sendiri malah jadi uji nyali ya di sini 😀
Hutan pinus ini lebih cocok dipakai sebagai lokasi foto-foto ya dibanding tempat camping.
Perjalanan berlanjut ke tujuan terakhir, yaitu spot makan siang kami di Warung Ndayung. Perjalanan kurang lebih satu jam dari hutan pinus Gendro.
Kami melewati perbatasan Pasuruan-Malang, melintasi jalur yang benar-benar baru pertama kali kami lintasi, melewati daerah yang baru pertama kali kami dengar namanya (karena memasuki wilayah Kabupaten Malang). Daerah yang kami lewati rata-rata didominasi perkampungan dan kebun sayuran. Jauh sekali dari suasana perkotaan.
Kembali di jalur utama, kami memasuki wilayah Tumpang, jalan mulai melebar dan suasana perkotaan lebih terasa. Dibanding jalur Tongas (Probolinggo) dan Tosari (Pasuruan), jalur menuju Bromo lewat Malang ini tidak berkelok-kelok, malah lurus dan menanjak. Semakin mendekati Bromo, udara semakin dingin.
Eits, tapi hari ini tujuan akhir kami bukan Bromo. Melainkan pos pemberhentian terakhir sebelum masuk kawasan TN Bromo. Di pos pemberhentian terakhir terdapat jejeran warung dan kafe tempat transit pengunjung untuk beristirahat ataupun makan. Salah satu warung di sana menjadi tujuan akhir kami siang itu, Warung Ndayung.
Warung Ndayung nampak sederhana di antara jejeran warung dan kafe yang lebih modern. Tapi bukan berarti sepi pengunjung. Warung ini cukup legendaris dengan menu khas Tenggernya.
Warung ini menyediakan menu paketan sego empok alias nasi jagung (bisa pilih nasi putih biasa) dengan lauk ikan asin, telor dadar, tahu, sayur semenan (baby kubis), sambal tomat, dan sambal oreknya. Setelah perjalanan jauh yang kami tempuh, makan sego empok di sini nikmat sekali.
Mana foto makanannya? Maaf keburu kalap 😀
Have a good journey,
Ke sini tadi pagi sempat gak bisa buka blog embaknya, keren tuh jembatan gantungnya, buat pepotoam bagus banget…kayak berasa di mana gitu, hutan pohon pinusnya juga rimbun banget…cakep pemandangan juga sejuk, warung sego jagung ya mbk…aku pernah makan nasi jagung, gembes”gimana tekture nya gitu😀
iya mbak, sempat ngambek blognya 😀
Iya daerah Tutur memang masih belum banyak terekspos secara obyek wisata jadi masih alami. Tutur lebih dikenal dengan pertanian dan perkebunannya.
Saya sebenarnya gak doyan nasi jagung sih, pilih nasi putihnya. Hehehe… agak aneh aja teksturnya di mulut
Aku pas ke bromo juga lewati nongkosawit. Bedanya saat itu berangkat dari malang jam 2 pagi. Sepanjang jalan gelap, hanya memanfaatkan penerangan lampu motor.
Kemudian tiba di penanjakan ketika matahari terbit. Yaa walaupum saat itu berkabut..hiiks
Ke bromo pakai motor itu lumayan seru, meskipun capek dengan jalan pegunungannya 😀
nongkojajar maksudnya 😀
Kalau nongkojajar itu masuk wilayah Pasuruan, jalurnya paling rawan menurut saya. Kalau jalur yg ramai biasanya lewat Tongas-Probolinggo
Pengalaman seru dan penuh waspada pakai motor memang, tapi terbayarkan saat sampai di tujuan 🙂
Camping ground nya namanya apa? Gendro Camping Ground kah, mau coba ngecamp di sana kalau ada, tak cari profilnya di Google ah.
Seru sunmorinya 😊👍
iya Gendro Camping Ground, tapi secara fasilitas belum ada selain tempat camping aja 🙁