The Strawberry Surprise




Judul: The Strawberry Surprise
Penulis: Desi Puspitasari
Penerbit: Bentang Pustaka
Tebal: 270 halaman
Cetakan Mei 2013
Goodreads Rating: 3.24/5.00

“Tidak ada yang tahu bagaimana cara kenangan bekerja. Keluar masuk ingatan seenaknya sendiri.”
 
‘Kapan kita akan bertemu?’ ‘Tunggu sampai kamu tiba-tiba mendengar tawaku.’
Lima tahun telah berlalu. Janji yang dibuat Aggi saat berpisah dengan Timur di Stasiun Tugu, Yogyakarta.
Aggi, seorang perempuan penyuka fotografi, yang bekerja di sebuah galeri seni di Yogyakarta. Yogyakarta dan seni adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Begitu juga bagi Aggi yang melakoni kesehariannya tidak jauh-jauh dari hal berbau seni.
Timur, seorang yang bekerja di sebuah jasa periklanan di Bandung, piawai bermain saksofon.
Pertemuan pertama mereka terjadi di sebuah pertunjukan jaz di Yogyakarta. Kala itu, Aggi sebagai penikmat acara dan Timur sebagai bintang tamu di sana. Penampilan Timur di panggung menarik hati Aggi untuk mengabadikan ekspresinya dalam jepretan kamera analog jadul pemberian sang ayah. Foto hasil jepretan Aggi yang kemudian diunggah ke blog pribadinyalah yang kemudian mempertemukan Aggi dan Timur secara personal. Pertemuan seminggu atau dua minggu sekali di akhir pekan dilakukan mereka dengan Timur yang menempuh rute Bandung-Yogyakarta atau sesekali Aggi yang ke Bandung.
Kebersamaan demi kebersamaan yang akhirnya membuat mereka resmi berpacaran. Kemudian setelah sekian waktu berlalu Aggi memutuskan mengakhiri dengan alasan relasi yang hampa. Seakan tak rela dengan keputusan itu, Aggi membuat janji untuk bertemu lima tahun lagi.

Di tahun kelima, Timur tiba-tiba mendengar tawa itu. Suara tawa yang membuatnya memutuskan untuk kembali menemui Aggi. Timur menemui Aggi dengan cara tidak biasa, dengan teka-teki, seperti yang selalu dilakukan Aggi sebelum berpisah. Keduanya masih sama-sama berharap meski Aggi cenderung bersikap defensif terhadap perasaannya. 

Pertemuan mereka kembali diisi dengan cerita Aggi tentang lima tahun yang dijalaninya bersama pria-pria yang pernah dekat dengannya. Cerita tentu saja diawali dengan kisahnya dengan Timur, berlanjut dengan seorang pria Prancis yang menginginkan relasi romansa yang serius, seorang seniman perupa, dan kisah semalam dengan seorang pria flamboyan. Di antara cerita-cerita itu, hubungan keduanya menjadi lebih dari sekedar mengenang masa lalu.


“I can live without heaven – but I can never forget you.”

***
Sebenarnya ini adalah novel seri love flavour keempat yang saya baca. Sebelumnya saya sudah menyelesaikan The Chocolate Chance, yang reviewnya saya belum buat karena belum menemukan rasa yang pas 🙂
Agak menyesal baru baca sekarang…harusnya saya bawa novel ini saat mbolang ke Yogyakarta dua minggu yang lalu. Saya malah bawa novel lain sebagai teman perjalanan 🙁
Baca novel ini seakan kita diajak berkeliling kota Yogyakarta yang kaya akan seni. Satu cerita berlatar Stasiun Tugu, Malioboro, perempatan 0 KM, Taman Budaya. Lain waktu berpindah ke Kota Gede, ke Bentara Budaya di Kotabaru, dan berwisata mengunjungi Keraton dan Taman Sari. Bahkan kalau kita menyimak, penulis juga menyuguhkan informasi tempat kuliner khas yang benar-benar ada di Yogyakarta, seperti warung Sidosemi di Kotagede atau Bakmi Jawa Pele di pojokan Alun-Alun Utara. Uggghh, jadi pengen balik ke Yogyakarta dan keliling-keliling lagi….

Selain tentang kota Yogyakarta yang digambarkan dengan detil, saya menyukai gaya bercerita penulis yang unik. Rangkaian katanya yang menggunakan bahasa baku membuat saya memandang bahwa menulis bukan hanya tentang bercerita dengan baik, tapi berusaha untuk menggunakan dan melestarikan bahasa Indonesia secara baik. Penggambaran karakter dan penyampaian perasaannya yang meskipun tidak ditulis secara gamblang mampu saya rasakan.

Secara tampilan sampul depan, saya tidak begitu berharap banyak dari isi novel yang sampul depannya semenggoda itu. Karena saya pernah tertipu baca novel hanya karena tertarik covernya. Tapi don’t judge a book by its cover tidak berlaku di sini. Sampul depannya memang mengundang, begitu juga isinya.

Dari keempat novel Love Flavour yang sudah saya baca, filosofi rasa yang disampaikan novel ini paling terasa. Filosofi tentang stroberi yang meledak-ledak, manis, asam, dan tak terduga digambarkan dengan baik dalam karakter seorang Aggi. Sepertinya penulis benar-benar menggali hal-hal yang dikenalnya dengan baik. Entah itu tentang kota Yogyakarta yang memang menjadi tempat tinggalnya dan hal-hal yang terkait dengan fotografi. Penulis menjadikan sepeda motor bebek merah tahun 70-an dan kamera analog jadul sebagai ciri unik pada diri Aggi yang menurut saya sangat pas dengan Yogyakarta yang nyeni. Jangan-jangan perempuan asal Jawa Timur yang menetap di Yogyakarta dengan sepeda dan kamera antik adalah si penulis sendiri. Hihihi…

Bagian yang paling saya suka adalah saat Timur mengajak Aggi untuk menikah. Sama sekali tidak romantis memang, tapi saya sukses tertawa gara-gara reaksi Aggi yang tiba-tiba linglung setelah ditembak di tempat seperti itu 😀



‘Theklek kecemplung kalen, tinimbang golek aluwung balen.’

Happy Reading! 🙂

you can find the book on bukabuku.com

Review ini diikutkan dalam Indonesian Romance Reading Challenge 2014 di http://kubikelromance.blogspot.com/2013/12/update-indonesian-romance-reading.html
Review ini diikutkan dalam Indiva Readers Challenge 2014 di http://indivamediakreasi.com/indiva-readers-challenge-irc-2014/
…dan tentu saja review ini diikutkan dalam BBI Review Challenge…

2 thoughts on “The Strawberry Surprise

  1. sebuah kehormatan blog sederhana saya dikunjungi penulis buku ini sendiri. Matur nuwun, mbak 🙂
    Acha sepertinya memang pas menggambarkan sosok Aggi, tapi Reza Rahardian bermain saksofon? Hmmm 😀

Leave a Reply to Desi Puspitasari Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *