Holland: One Fine Day in Leiden

Judul: Holland: One Fine Day in Leiden
Penulis: Feba Sukmana
Penerbit: Bukune
Tebal: 292 halaman
Cetakan I November 2013
Goodreads Rating: 3.83/5.00

Een kind zonder moeder is een bloem zonder regen –Seorang anak tanpa ibu bagaikan sekuntum bunga yang tak pernah tersiram hujan.”

Kara Sastrowidjojo, meninggalkan Yangkung dan Yangti tersayang di Yogyakarta menuju Leiden, Belanda, untuk mengambil gelar Master in Public International Law di Universiteit Leiden dengan beasiswa Huygens dari Nuffic. Belanda yang dingin, yang mengenal hujan seperti kawan akrab membuat Kara membandingkan hatinya yang sepertinya juga berkawan akrab dengan dingin.

Hidup di kota Leiden yang tenang, membuat Kara jatuh cinta dengan kota ini. Berjalan atau bersepeda di tepian kanal, menghabiskan waktu di bukit de Burch, sambil mengingat kembali masa lalunya dan mempertanyakan kemana langkah hidupnya nanti.

Aku tidak berada di sini untuk jatuh cinta

Berkali-kali Kara mencoba meyakinkan hatinya untuk tidak tergoda dengan pesona Pangeran Hujan bermata pirus itu. Cukup sekali Kara merasakan ditinggal pergi orang yang penting dalam hidupnya, tidak akan mungkin terjadi lagi. Tapi hati tidak bisa dilawan. Sejak bertemu Rein, Kara merasa berbeda. Hatinya mulai merasa hangat saat berbagi waktu berdua. Tapi Rein menyimpan misteri. Kepergian Rein yang selalu terkesan mendadak, munculnya lebam-lebam di beberapa bagian tubuh Rein membuat Kara ragu tentang hubungan yang terjalin di antara mereka.
Satu hal penting yang harus diselesaikan Kara dengan masa lalunya, kotak kayu pemberian Yangkung yang masih teronggok di sudut kamarnya, enggan untuk disentuh. Kotak kayu berisi sejarah hidup Kara, masa lalu yang coba dia lupakan. Ada saat ketika Kara pada akhirnya harus mencari sesosok itu. Ibu…

“Karena, ternyata manusia butuh lupa untuk menghapus luka.”


***
Pertemuan pertama saya dengan nama Feba Sukmana berawal dari ikut-ikutan kuis di facebooknya tentang cerita di kereta api. Ya…saya penikmat perjalanan dengan kereta api dan sedikit terkejut ketika membaca biografi penulis yang ternyata juga menyukai perjalanan dengan kereta. Bedanya…saya melakukan perjalanannya dengan kereta lokal Indonesia bukan kereta modern kayak di Belanda. Hehe… Ketika membeli novel ini, jadi merasa yakin akan menyukainya bahkan sebelum baca. Yup, suka sih, tapi perjalanan dengan keretanya kurang terasa 🙂
Sampul novel ini membuat saya jatuh cinta. Warna oranye Belanda dan sketsa kota Belanda yang khas dengan kanal-kanalnya. Simpel tapi keren.

STPC kali ini berlatar cerita di sebuah kota yang tenang di Belanda, yaitu Leiden. Tidak lagi mengejutkan kalau banyak sekali mahasiswa Indonesia yang berkuliah di Belanda, salah satunya adalah di Universiteit Leiden. BEgitu juga di novel ini, penulis menggunakan kisah seorang mahasiswa yang merantau ke Belanda, tentunya dengan penambahan kisah tidak biasa supaya ceritanya juga gak biasa.

Ide ceritanya simpel, tidak berbelit-belit tapi mengena. Kisahnya juga mengalir lancar, meskipun saya berharap emosi Kara ketika bertemu ibunya lebih terlihat, tapi okelah… Karakter yang dibangun juga kuat begitu juga pesan yang ingin disampaikan dalam novel ini. Sosok Yangkung jadi favorit saya sejak awal cerita dimulai.

Selain cerita tentang kota Leiden, kita juga seakan diajak keliling ke kota-kota lain di Belanda. Mengikuti rombongan tur International Student Network ke Friesland, mengunjungi desa penuh kincir angin Kinderdijk, rumah kubus di Rotterdam, merayakan Tahun Baru di Pantai Scheveningen, merayakan Koninginnedag di Amsterdam, dan berdiri di titik perbatasan tiga negara di Drielandenpunt. Mungkin karena transportasi umum di Belanda berjalan dengan sangat baik, sehingga antar kota bisa terasa sedemikian dekat untuk ditempuh bahkan dalam waktu sehari. Dari novel ini juga saya jadi tahu kalau bendera yang dipakai di salah satu iklan susu yang terkenal itu memang beneran ada, ya…bendera Frisia, friese vlag.

Sebagai negara yang selama 350 tahun dijajah Belanda, tidak mengherankan kalau banyak kata-kata serapan yang dipakai dalam bahasa Indonesia yang tadinya berasal dari bahasa Belanda. Ada beberapa kata yang saya temukan dalam novel ini, antara lain spoor, koelkast, idioot, te laat, ataupun zoentjes.

Selain menceritakan tentang perjalanan hidup Kara, rasa-rasanya novel ini juga bisa digunakan sebagai guide mahasiswa Indonesia yang ingin kuliah di Belanda sana. Setidaknya mendapatkan gambaran kehidupan selama setahun di Belanda, bagaimana kondisi cuacanya, perayaan-perayaan yang terjadi, atau pun tempat-tempat menarik yang ada di Belanda. Untungnya tidak ditambahi dengan tips dan trik tinggal di Belanda, bisa klop jadi panduan tinggal di Belanda kalau begitu 😀

“Jika kau merawat amarah dalam dirimu, waktu akan membuatmu lupa. Kau tak akan ingat lagi penyebab awal yang membuatmu marah. Yang tersisa hanya gumpalan emosi yang tak terjelaskan dan kekakuan untuk memulai kembali.”


Happy Reading! 🙂

you can find the book on bukabuku.com


Review ini diikutkan dalam Indonesian Romance Reading Challenge 2014 di http://kubikelromance.blogspot.com/2013/12/update-indonesian-romance-reading.htmlReview ini diikutkan dalam Indiva Readers Challenge 2014 di http://indivamediakreasi.com/indiva-readers-challenge-irc-2014/…dan tentu saja review ini diikutkan dalam BBI Review Challenge…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *