Perjalanan kami di Sabtu pagi dimulai tepat pukul 7 pagi. Dari halte BRT di depan Balai Kota Semarang kami menuju tujuan pertama kami hari ini, Pagoda Avalokitesvara Buddhagaya Watugong. Menaiki BRT TransSemarang tujuan Sisemut tidak sampai 1 jam kami sampai di halte BRT Mega Rubber, halte BRT terdekat dengan tujuan kami. Sepuluh menit berikutnya kami tempuh dengan berjalan kaki menuju pagoda. Jalannya agak menanjak, tapi berhubung hari masih pagi anggap saja jogging di pagi hari 😀
Pagoda Watugong terletak di kiri jalan raya Semarang-Solo. Pagi itu kami berdua adalah pengunjung pertama di bangunan ibadah itu. Penjaga pintu masuknya pun masih sibuk menyapu halaman. Kehadiran kami membuat dia menghentikan sementara pekerjaannya dan menyambut ramah kami. Setelah berbincang sebentar dan mengisi buku tamu, kami diijinkan untuk masuk dan menikmati waktu kami di sana.
Pagoda Avalokitesvara |
Sekitar satu jam kami melihat-lihat kawasan Pagoda Watugong tersebut. Suasananya sepi dan beberapa orang yang sedang beribadah membuat kami juga tidak ingin membuat keributan dengan masuk ke pagoda. Cukup melihat dari luar saja.
Kawasan ini sepertinya kurang terawat karena banyaknya semak-semak dan bangunan-bangunan kecil yang mulai rusak di sana-sini. Tapi ada juga bangunan baru yang kondisinya masih bagus. Di tengah petualangan kami menjelajahi sekitar pagoda, kami menemukan sleeping Buddha yang sedang asyik berjemur di bawah sinar matahari Semarang.
Setelah puas menjelajahi kawasan pagoda, kami memutuskan menuju ke tujuan kedua, Lawang Sewu. Dengan menaiki bus kota, kami turun di Jl. Pemuda tepat di depan Lawang Sewu. Karena long weekend, suasana Lawang Sewu lumayan ramai. Jam masih menunjukkan 10 pagi ketika kami masuk. Bangunan Lawang Sewu sedang dalam tahap renovasi di beberapa bagian termasuk ruang bawah tanah yang katanya terkenal angker. Hehehe, meskipun tidak dalam tahap renovasi sepertinya saya enggan masuk ke sana 😀
Kesan angker yang melekat pada Lawang Sewu perlahan mulai berkurang. Dengan dipercantiknya bangunan ini, kami lebih merasa santai berkeliling meskipun kadang di dalam ruangan kita hanya berdua. Disediakan pemandu bagi yang ingin mempelajari sejarah Lawang Sewu. Beberapa bagian bangunan dialihfungsikan sebagai museum kereta api karena seperti yang banyak diketahui bangunan Lawang Sewu ini adalah milik PT. KAI. Kita bisa mempelajari sejarah perkeretaapian Indonesia di sini. Yang paling menarik bagi saya, adalah bangku panjang yang dipakai. Sepanjang berkeliling saya merasa begitu familiar dengan jenis kayu yang dipakai sebagai bahan bangku panjang tersebut, yang setelah diingat itu adalah bantalan rel kereta api 😀
Perjalanan ketiga kami adalah menuju Kelenteng Sam Poo Kong atau Gedong Batu, yang menurut sejarah adalah tempat bersandarnya kapal Laksamana Cheng Ho. Untuk ke sana kami kembali menggunakan jasa taksi. Hihi, karena angkotnya yang harus oper, kami jadinya males ribet.
Kalau kita tahu, Laksamana Cheng Ho adalah seorang muslim. Tapi, kelenteng Sam Poo Kong ini juga dipakai sebagai tempat beribadah bagi pemeluk agama Kong Hu Cu. Untuk masuk ke halaman kelenteng Sam Poo Kong, cukup 3000 saja. Tapiii, untuk masuk ke dalam kelenteng, bagi yang datang sebagai wisawatan kita diwajibkan membayar 35.000. Mahal yaaa 🙁 Karena teman saya memutuskan tidak masuk, kami akhirnya hanya berkeliling di halaman kelenteng saja. Dan, mataharinya luar biasa terik!
Dan inilah yang bernama Sam Poo Kong alias Gedong Batu
And, Hello, Mr. ChengHo!
Hari sudah siang ketika kami sadar kami sudah kehabisan tenaga dan butuh asupan makan. Hehehe… Ditambah sinar matahari yang benar-benar terik.
Dengan (lagi-lagi) menggunakan jasa taksi, kami menuju Pecinan untuk menyantap Lumpia Gang Lombok yang terkenal. Di kawasan Pasar Johar (sayangnya pasar tua ini sekarang ludes terbakar), perjalanan kami terhambat kemacetan. Bukannya mengeluh, kami malah bersyukur bisa menikmati sejuknya AC taksi lebih lama 😀
Taksi berbelok di sebuah gang kecil dan berhenti di sebuah kelenteng cantik, Tay Kak Sie, yang bersebelahan langsung dengan warung kecil Lumpia Gang Lombok.
Karena perut laper kami memutuskan hanya melihat-lihat kelenteng ini sebentar dan langsung menuju warung Lumpia Gang Lombok untuk memesan langsung empat buah lumpia buat kami berdua. Serius, laperr 😀
Antrinya lumayan lama, mungkin sekitar setengah jam. Belum lagi tempatnya yang kecil dan panas. Kami harus menunggu rombongan yang masih menikmati pesanan mereka sambil berdiri. Setelah kenyang dan kegerahan kami segera melanjutkan perjalanan menuju Kawasan Kota Tua dengan menggunakan becak.
Ceritanya semalam sebelum berangkat ke Semarang, saya menemukan situs Semarjawi ketika sedang mencari info-info terkait Semarang. Semarjawi adalah bus pariwisata semacam double decker versi mini yang digunakan untuk berkeliling kota tua. Mumpung dalam perjalanan ke Semarang, saya tertarik untuk mencoba perjalanan berkeliling kota tua dengan cara yang berbeda.
Saya memesan tiket untuk pemberangkatan jam 3 sore. Karena jam masih menunjukkan pukul 1 siang, kami memutuskan langsung ke Retro Cafe yang terletak di belakang Taman Srigunting untuk melunasi pembayaran tiket. Selanjutnya kami beristirahat di sebuah musholla kecil untuk sholat dan menyelonjorkan kaki. Alhamdulillah, nemu tempat teduh 😀
Waktu berikutnya kami menghabiskan waktu di taman Srigunting untuk menikmati suasana Kota Tua. Taman itu ramai dikunjungi beragam komunitas yang menggunakan tempat itu sebagai ajang kopi darat. Taman Srigunting tak pernah sepi, terlebih masih suasana Paskah sehingga Gereja Blenduk yang merupakan ikon Kota Tua juga ramai dengan jamaah yang beribadah.
Jam 3 sore tiba juga (setelah kami berdua dengan berbagai gaya menghabiskan menit-menit tanpa tau mesti ngapain di sana :D). Beginilah penampakan Semarjawi yang ditunggu-tunggu…
Bus cantik ini membawa kami mengelilingi Kota Tua selama 40 menit berikutnya. Tidak hanya memanjakan mata, kita akan belajar sejarah kota tua ini dari pemandu bus Semarjawi. Di beberapa tempat, seperti Kantor Pos dan Gedung Marabunta bus akan berhenti dan memperbolehkan penumpang yang berada di bawah untuk naik ke lantai atas dan berfoto-foto.
Alhamdulillah, perjalanan keliling kota Semarang dalam sehari selesai dengan berhentinya kembali bus Semarjawi di Taman Srigunting. Kami kembali ke hotel untuk beristirahat, meluruskan kaki dan recharge energi.
Malam hari kami menghabiskan waktu untuk menikmati malam minggu di Kawasan Simpang Lima yang aduhai macetnya. Kawasan Simpang Lima ramai dengan pengunjung yang duduk bercengkrama, menikmati jajanan, dan mencoba sepeda hias keliling alun-alun. Belum lagi beberapa mall besar yang mengerubungi Simpang Lima siap menyambut kedatangan kalian untuk berbelanja.
Saya? Saya cukup dengan duduk ngemper menikmati nasi ayam Bu Widodo di tepi alun-alun Simpang Lima 😀